Seorang warga untuk memasuki ruangan untuk menjalani tes usap PCR di kawasan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (19/8/2021). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Wajib PCR sangat memberatkan bagi penumpang pesawat yang akan melakukan perjalanan. Persyaratan ini juga akan berdampak melesunya bisnis maskapai. Demikian dikemukakan pengamat transportasi Djoko Setidjowarno, Sabtu (23/10).

Dikutip dari Kantor Berita Antara, selain memberatkan dari sisi biaya, pelayanan di bandara pun belum optimal. “Syarat itu membuat orang enggan bepergian pakai angkutan udara, khususnya di Jawa,” katanya.

Menurut dosen Unika Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, itu, syarat wajib PCR yang enggan dipilih konsumen tentu akan berdampak pada terus melesunya bisnis maskapai. Konsumen, khususnya di Jawa, kemungkinan besar akan lebih memilih bepergian dengan kendaraan pribadi atau dengan kereta api.

Terlebih, kini jalur Tol Trans Jawa sudah semakin nyaman digunakan. ‘Di Jawa itu kalau tidak bawa mobil sendiri karena jalan tolnya sudah bagus, ya orang akan pilih naik kereta. Kereta yang sekelas pesawat (premium) itu pun cukup laris,” katanya.

Baca juga:  Masuki Hari Ketiga, Tambahan Warga Terpapar COVID-19 di Bali di Atas 40 Orang

Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat meminta pihak bandara memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan. Misalnya saja, terkait aturan tes, pihak bandara dinilai tidak sigap menyiapkan fasilitas tes guna memudahkan penumpang.

“Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya. Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam. Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat),” katanya.

Baca juga:  Dibantah, Pasien DB Meninggal di Buleleng

Belum lagi terkait biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa meski pemerintah sudah menetapkan harga tertingginya sebesar Rp 495 ribu dan Rp 525 ribu.

“Di luar Jawa itu Rp 495 ribu mau berapa jam pun, semua sama. Tapi di Jawa, Rp 495 ribu untuk hasil 24 jam. Kalau minta yang 12 jam, harganya sampai Rp 750 ribu,” ujarnya.

Djoko pun menilai kewajiban PCR bagi penumpang pesawat seharusnya bisa dihapuskan. Jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini bisnis angkutan udara bisa kembali membaik.

“Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah. Lagipula harganya beda-beda. Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat,” pungkasnya.

Baca juga:  80 Persen Naker di Bidang Dekorasi Dirumahkan

Dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2×24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4. Untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen tetap berlaku dengan durasi 1×24 jam.

Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1×24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksinasi lengkap. (kmb/balipost)

BAGIKAN