DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah dituntut tinggi, terdakwa kasus bedah rumah di Tianyar Barat, Karangasem, mengajukan pledoi. Dalam pledoinya, terdakwa I Gede Agung Pasrisak Juliawan dkk., melalui penasehat hukumnya, Bimantara Putra, minta dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Sedangkan para terdakwa meminta keringanan hukuman.
Yang menarik, dalam kasus ini dalam pledoi tertulisnya, Bimantara Putra dkk., menyoroti soal kerugian keuangan negara yang mesti ditanggung terdakwa. Dalam surat tuntutan JPU M. Matulessy dan Dewa Semara Putra dkk., Agung Pasrisak dituntut delapan tahun dan membayar uang pengganti Rp sebagai akibat kerugian keuangan negara sebesar Rp 2.256.903.050.
PH terdakwa menyebut bahwa penghitungan kerugian keuangan negara dari bantuan PHR Kabupaten Badung sebesar Rp 4.513.806.100. Namun pihak terdakwa mengatakan bahwa fakta bedah rumah yang belum selesai adalah 12 unit. Jika dihitung kekurangannya per unit Rp 5 juta, maka kerugian negara seharusnya Rp 60 juta.
PH terdakwa menyebut bahwa beban kerugian negara Rp 2.256.903.050 yang ditangung Pasrisak tidak mendasar, dan perhitungan yang tidak pasti. Sehingga harus ditolak. “Kerugian Rp 2.256.903.050., yang mesti ditanggung terdakwa akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena perhitunganya belum jelas,” kata Bimantara Putra.
Selain soal kerugian keuangan negara, PH terdakwa juga menyoroti bahwa RAB bedah rumah bantuan Pemkab Badung itu ditandatangani oleh Kadis Perkim Karangasem selaku PA. Hal itu disebut tidak sah dan dinilai mengundang kebohongan.
Kata PH terdakwa, standarisasi harga yang dibuat perkim dituding tidak dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran kegiatan bedah rumah. “Agung Pasrisak telah berinisiatif membuatkan RAB, yang disesuaikan dengan kondisi Desa Tianyar Barat. Saksi yang menjual bahan bangunan menjelaskan bahwa mereka menjual sesuai harga yang normal sesuai pasaran. Standarisasi inilah dipakai Agung Pasrisak dalam pelaksanaan penganggaran bedah rumah dimaksud,” jelas Bimantara. (Miasa/balipost)