Nengah Minggu hanya bisa berbaring di pengungsian karena lumpuh yang dideritanya sejak 11 tahun lalu. (BP/mud)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Nengah Minggu, salah satu pengungsi asal Desa Ban, Kecamatan Kubu Karangasem, ikut mengungsi di pokso Pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula. Mengalami lumpuh selama 11 tahun membuatnya tidak bisa berjalan.

Kini, ia tinggal di pengungsian bersama istrinya Luh Merta dan anaknya Ketut Budiarta. Dia mengaku dievakuasi oleh petugas sejak Jumat (22/9) malam. Sebelum status Gunung Agung awas, dia sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Pratama (RSP) Kubu, Karangasem. Karena RSP Kubu tutup, dia kembali dievakuasi ke posko pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula. “Saya diantar oleh petugas karena di sana (RSP, red) Kubu sudah tutup, tapi setelah saya di sini udaranya panas sekali dan di sini tidak bisa tidur sama sekali,” katanya.

Baca juga:  15 Desa Masuk Zona Siaga, Ini Datanya

Atas kondisi ini, Minggu bersama istri dan anaknya mengaku tidak kuat bertahan di pengungsian. Untuk itu, dirinya berkeinginan jika diizinkan agar difasilitasi untuk pindah lokasi pengungsian. Rencananya, dia ingin tinggal bersama anakanya yang bekerja di Kabupaten Gianyar. “Maunya tinggal bersama anak di Gianyar, sehingga situasinya lebih nyaman karena saya tidak bisa jalan sama sekali,” jelasnya.

Ditanya terkait kelumpuhannya, Minggu menceritakan kondisi cacat yang dialaminya itu terjadi sekitar 11 tahun silam. Tulang punggungnya patah setelah terjatuh dari pohon ental yang dipanjatnya.

Baca juga:  Punya Riwayat Datang dari Lombok, Buruh Pasir Roboh dan Meninggal

Keluarganya kemudian memeriksakan kondisinya itu ke rumah sakit. Sayang, upaya itu gagal membuahkan hasil. Tulang punggungnya gagal disembuhkan, sehingga dirinya setiap hari hanya bisa bertahan di atas tempat tidur.

Untuk memenuh keperluan sehari-hari, Minggu dibantu oleh istrinya Luh Merta. Setiap hari istirnya harus mempersiapkan kebutuhannya seperti makan, buang air, hingga mandi. Setelah kebutuhannya itu terpenuhi, istrinya baru mulai bekerja membuat perlengkapan sarana upakara banten atau ada warga yang mencari untuk buruh serabutan.

Baca juga:  Berpesta Seni Mesti Aman dari Pandemi

“Kalau ada nyuruh saya bisa beli beras untuk makan, tapi kalau tidak, ya terpaksa gunakan sumbangan dari dermawan dan bantuan dari yayasan. Apalagi sekarang mengungsi tidak bisa kerja dan khawatir apa pakai membiayai keluarga kami,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *