AMLAPURA, BALIPOST.com – Rapat kerja yang awalnya mengagendakan pembahasan nasib olahraga, mendadak bikin sejumlah legislator DPRD Karangasem geleng-geleng kepala. Hal itu disebabkan adanya upaya penyegelan rumah pintar di Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, belum lama ini.
Peristiwa itu langsung dipertanyakan Komisi IV DPRD Karangasem, saat rapat kerja dengan Plt. Kepala Disdikpora Karangasem, di ruang rapat setempat, Selasa (14/3). Anggota Komisi IV DPRD Karangasem Komang Sudanta, mempertanyakan, kenapa hal seperti itu biasa terjadi di Muntigunung.
Padahal, yang punya kewenangan melakukan penyegelan adalah Tim Yustisi atau Sat Pol PP, bukan tokoh masyarakat sekelas perbekel. “Kalau memang ada indikasi tindak pidana kriminal, sebaiknya dipolisikan saja,” kata politisi PDI-P ini.
Legislator lainnya, I Gede Dana, juga skeptis terhadap persoalan ini. Kenapa rumah pintar itu sampai disegel. Menurutnya, dewan perlu tahu itu lebih dalam.
Sebab, menurutnya kalau memang rumah pintar ini tidak ada apa-apanya, maka tidak mungkin jadi rebutan. Ini harus disikapi serius agar tidak menjadi kebiasaan bagi desa-desa lain di Karangasem.
Meski saat menyegel mengaku sebagai tokoh masyarakat, tetapi menurutnya jabatan perbekel juga melekat. “Dimana wibawa pemerintah kalau diperlakukan seperti itu, katanya bangun Karangasem yang bermartabat, martabatnya dimana?” kata Gede Dana.
Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Karangasem, I Wayan Sutrisna, mengaku sudah mengetahui persoalan tersebut. Pascapenyegelan itu, kata dia, pihak kepolisian sudah meminta perbekel setempat, untuk membukanya lagi hari itu juga.
Dia juga menegaskan, akan merespons permintaan dewan, untuk mengaudit penggunaan anggaran. Seluruh kegiatan di rumah pintar tersebut, yang selama ini juga dimanfaatkan untuk program kampung literasi.
Kabid Kepemudaan dan Olahraga, Disdikpora Karangasem, I Made Subawa, menambahkan, penyegelan itu terjadi berawal dari keinginan perbekel setempat, Agung Pasrisak Juliawan, untuk mengganti kepengurusan pengelolaan rumah pintar tersebut, yang selama ini dikelola oleh PKK Kabupaten.
Pada tahun 2016, rumah pintar ini mendapat bantuan pusat melalui program kampung leterasi. Dengan perbekel yang baru, Subawa menegaskan, perbekel ini menginginkan ada perubahan kepengurusan.
Tetapi, karena program kampung literasi itu sedang berjalan dan sedang dikelola pengurus yang lama, karena dia yang menandatangani MoU, PKK meminta agar program ini diselesaikan dulu oleh pengurus yang lama, sebelum pengurusnya diganti dengan yang baru. Komunikasi antara PKK dan perbekel terkait pertanggungjawaban program ini, nampaknya tidak nyambung. Sehingga laporan pertanggungjawaban itu pun belum diberikan kepada PKK.
Ini menyebabkan PKK juga belum bisa memberikan SK kepengurusan yang baru. Namun, pihak perbekel mengira urusannya sudah selesai. Sehingga, ketika ditunggu-tunggu SK itu tak kunjung diberikan, maka menurut Subawa mungkin karena itu, rumah pintar tersebut akhirnya disegel. “Mungkin ini hanya miskomunikasi saja,” jelasnya. (Bagiarta/balipost)