JAKARTA, BALIPOST.com – Penurunan jumlah kasus COVID-19 dan membaiknya tingkat vaksinasi di Tanah Air, membuat Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid optimis ekonomi Indonesia pada 2022 bisa semakin pulih dan membaik. Dalam Economic Outlook 2022: Prospek Investasi 2022, Arsjad menyebut pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan diproyeksikan di level 4,9 persen.
Ini, dinilai menggambarkan optimisme pemulihan ekonomi internasional. “Kalau kita lihat secara global, optimisme cukup tinggi. Dan kalau bicara Indonesia, kita bicara bahwa tahun depan itu kita optimis di angka 5 persen,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara, Selasa (23/11).
Arsjad menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2021 memang tercatat hanya sebesar 3,5 persen yoy atau turun dari capaian di triwulan sebelumnya yang tumbuh 7 persen. Ia meyakini trennya akan naik karena capaian pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2021 terjadi saat diberlakukannya PPKM selama dua bulan.
Di sisi lain, penurunan kasus COVID-19 dan tingkat vaksinasi dosis pertama yang sudah lebih dari 60 persen menjadi sinyal positif pemulihan ekonomi. Sementara itu, tingkat vaksinasi dosis kedua di Indoensia sendiri telah melebihi 40 persen. “Ini menjadi kunci utama karena selalu kita lihat tren di dunia, bilamana sudah lebih dari 50 persen vaksinasi telah terjadi, maka biasanya angka (kasus) itu turun. Itu mungkin jadi tanda-tanda pemulihan yang ada,” jelasnya.
Lebih lanjut, dari sisi iklim investasi, Arsjad mengemukakan realisasi investasi Indonesia terus meningkat. Rating atau peringkat investasi Indonesia juga bisa dikatakan cukup baik selama pandemi berlangsung, di mana Moody’s memberi rating Baa stable, Fitch Rating memberi BBB Stable dan S&P dengan BBB Negative. “Ini juga suatu optimisme yang ada dan tetap dilihatnya iklim investasi Indonesia itu cukup baik,” katanya.
Kendati optimis, Arsjad mengingatkan ada sejumlah yang harus dihadapi mulai dari ancaman gelombang ketiga pandemi hingga tingkat digitalisasi yang masih rendah. “Kita melihat di sisi ini harus waspada walaupun angka (kasus COVID-19) pada hari ini sudah rendah. Kalau kebayang bagaimana ketatnya Singapura, masih saja angkanya bisa naik. Ini yang harus kita jaga,” imbuhnya.
Pasalnya, pada triwulan III 2021 saja di mana PPKM diberlakukan selama dua bulan, dampaknya begitu besar terhadap capaian pertumbuhan ekonomi. “Tantangannya menjaga bagaimana memastikan akselerasi program vaksinasi dan juga terus menjaga protokol kesehatan,” katanya.
Sementara itu, tingkat digitalisasi yang rendah ditunjukkan dari penerapan teknologi 4.0 yang hanya 21 persen di perusahaan manufaktur. Sedangkan negara-negara lainnya rata-rata telah menerapkannya di 50 persen industrinya. “Jadi bagaimana kita punya tantangan untuk mengangkat angka average of manufacturing Indonesia yang sudah adaptasi dengan teknologi supaya bisa di angka 50 persen,” katanya.
Arsjad mengatakan bantuan pembiayaan digitalisasi dan pembangunan kemampuan SDM diperlukan untuk meningkatkan produktivitas menggunakan adopsi industri 4.0.
Kemitraan strategis di sektor utama juga perlu dilakukan untuk meningkatkan transfer teknologi untuk membantu inovasi masa depan. “Perlu juga mendorong proyek untuk memperluas digitalisasi dalam sektor-sektor utama, yakni manufaktur, perawatan kesehatan dan pertanian,” pungkas Arsjad. (kmb/balipost)