Ilustrasi. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang dugaan korupsi pengadaan rumbing (hiasan kepala kerbau) untuk makepung tahun 2018 di Jembrana, Selasa (23/11), berlanjut di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Sidang sempat dibuka Ketua majelis hakim tipikor pimpinan Heriyanti. Setelah kedua terdakwa dinyatakan sehat, majelis hakim melanjutkan sidang. Namun karena ketua majelis hakim yang juga menjabat Wakil Ketua PN Singaraja itu belum membaca secara utuh kesimpulan atau surat putusan yang dibuat, hakim meminta maaf karena putusan belum dibaca ulang. Maklum, belakangan ini para hakim banyak kegiatan, termasuk adanya sertijab serta kegiatan lain yang menyangkut peradilan yang lebih baik. “Sekali lagi saya mohon maaf. Banyak kegiatan kedinasan yang mesti saya kerjakan. Belum lagi di Singaraja. Putusannya tunda hingga Selasa depan nggih,” pinta Heriyanti secara halus.

Baca juga:  Gerakan Ekonomi, Bank BPD Bali Dorong Pemda Tambah Modal Setoran

Sidang pun ditunda hingga pekan depan. Sebelumnya, JPU dari Kejari Jembrana menuntut Kadispar Jembrana non aktif, terdakwa I Nengah Alit, dengan pidana penjara selama enam tahun. Atas tuntutan JPU I Wayan Yuda Satria, dkk., terdakwa oleh majelis hakim pimpinan Heriyanti, diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan.

Selain dituntut enam tahun, terdakwa Alit juga dituntut pidana denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan rumbing (hiasan kepala kerbau) untuk makepung tahun 2018 di Jembrana.
Oleh jaksa, terdakwa dijerat Pasal 2 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Baca juga:  Lakukan Penipuan Investasi, Perempuan Asal Malang Divonis 14 Bulan

Sebagaimana terungkap di persidangan, terdakwa Alit merupakan PA (Pengguna Anggaran) dalam proyek tersebut. Sedangkan sumber dana itu dari BKK tahun 2017 yang bersumber dari bantuan PHR Kabupaten Badung. Hal itu dijelaskan para saksi yang bersidang secara offline dari Pengadilan Tipikor Denpasar.

Sementara tim kuasa hukum terdakwa, I Gede Ngurah dkk., menyampaikan sejumlah tanggapan atas tuntutan jaksa. Di antaranya, tim kuasa hukum terdakwa menuding JPU terlalu bernafsu memenjarakan terdakwa, karena menurut kuasa hukum terdakwa, bahwa Alit dan Kurnia Hartawan tidaklah bersalah. Sehingga tim kuasa hukum terdakwa minta supaya terdakwa I Nengah Alit dan I Ketut Kurnia Artawan minta dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Dan meminta nama-nama yang terlibat, seperti KPA, PPTK, PPHP, dan yang terlibat dilakukan penuntutan. Selain itu, Ngurah Gede dkk., menilai bahwa jaksa mencari keuntungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan rumbing itu.

Baca juga:  Tersangka Kasus Dana Aci dan Sesajen Belum Ditahan

Menurut pihak terdakwa, JPU menuntut para terdakwa untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp 250 juta. “Apabila dicermati, jelas ini melebihi kerugian negara dalam kegiatan pengadaan rumbing,” kata kuasa hukum terdakwa lainnya. Lanjut dia, jika masing-masing membayar Rp 250 juta, maka totalnya Rp 500 juta. Sedangkan dalam kasus ini kerugian negara disebut Rp 256.036.364. “Sehingga ada kelebihan pengenaan denda pada para terdakwa sebesar Rp 243.963.636. Tanpa dasar yang jelas dan dapat memberikan suatu arti, sepertinya negara melalui jaksa ingin mencari keuntungan dalam penegakkan hukum ini,” jelasnya di hadpaan majelis hakim pimpinan Heriyanti. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *