Aspek keamanan
Ilustrasi internet HP. (BP/dok)

RAVI Pratama, asyik menekuri iPadnya. Anak berusia 6 tahun itu asyik menonton YouTube dengan koneksi kencang layanan data LTE. Begitu asyiknya Ravi, demikian ia biasa disapa, menonton YouTube, tak terasa sudah tiga jam waktu berlalu.

Ravi-Ravi lainnya yang asyik dengan YouTube maupun media sosial dan segala macam kegiatan berselancar di dunia maya, tak hanya bisa ditemui di kota-kota besar. Kini di pelosok pun, mereka juga bisa menikmati dunia tanpa batas lewat tersedianya layanan data hingga pelosok itu.

Sisi positifnya, mereka bisa mengetahui segala macam hal yang terjadi di dunia hanya dengan mengaksesnya lewat YouTube maupun situs lainnya. Mereka juga bisa belajar bahasa asing lewat kebiasaan menonton YouTube.

Seperti yang terjadi pada Ravi. Sang ibu, Ita Pratiwi, mengatakan anaknya lebih lancar berbahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia sejak umur 2 tahun karena tiap saat menonton YouTube. Hebatnya lagi, sang anak bisa berkomunikasi lancar menggunakan bahasa asing dan paham tentang arti kata yang diucapkannya itu.

“Ravi lancar berbahasa Inggris dan lafalnya juga baik. Tapi ketika ditanya arti bahasa Indonesia dari bahasa Inggris yang diucapkannya dia tidak paham,” sebutnya.

Sisi negatifnya, lanjut Ita, ia seperti tidak bisa lepas dari Internet. Kemana-mana harus mencari WiFi. “Kalau tidak ada akses internet, ia akan susah diam. Merengek minta pergi lebih cepat atau alasan lainnya. Sedangkan jika ada WiFi, ia akan betah berlama-lama sampai lupa waktu,” kata Ita.

Sisi negatif lainnya, budget untuk layanan data juga membengkak. Sebab dalam waktu 2 minggu saja, Ravi bisa menghabiskan 60 GB untuk akses beragam tontonan dan download game yang disukainya.

Untungnya, seiring Ravi bersekolah, ia memiliki kesempatan bertemu teman-teman baru dan aktivitas luar ruangan yang membuat “kecanduan” terhadap YouTube makin berkurang. Dikatakan Ita, selain sekolah, Ravi juga mengikuti les piano, membaca, dan renang sehingga dia punya kesibukan lain selain menekuri layar gadgetnya.

Kasus Ravi merupakan kasus yang masih relatif “ringan” dan cepat diatasi. Namun di sejumlah daerah pelosok yang tersentuh layanan data, terdapat kasus-kasus yang lebih parah bahkan dikategorikan kriminal, contohnya mengakses konten negatif yang berbau pornografi kemudian melakukan pemerkosaan. Akses konten kekerasan dan radikalisme di dunia maya juga menyebabkan terjadinya kejahatan cyber, bullying, hingga aksi kejahatan di dunia nyata.

Seperti yang dituturkan Rifki Syabani, orang yang membidani lahirnya #InternetBAIK, sebuah program cyber wellness dari Telkomsel. Ia mengutarakan sudah pergi hingga ke pelosok, bahkan Papua, untuk melihat secara langsung bagaimana dampak layanan data yang menjangkau hingga pelosok.

Baca juga:  Sikapi Dua Orang Positif Corona, Bali akan Lakukan Ini
Akses Telekomunikasi

Dari data yang ada, dalam upaya mendukung pemerintah memeratakan akses telekomunikasi di seluruh Indonesia, Telkomsel terus melakukan pembangunan infrastruktur jaringan hingga ke pelosok, termasuk di wilayah-wilayah berpenduduk yang belum memperoleh akses telekomunikasi. Pada 2017 ini, rencananya Telkomsel akan membangun sebanyak 63 Base Transceiver Stations (BTS) di lokasi-lokasi pelosok melalui program Merah Putih.

Sebanyak 63 BTS Merah Putih yang akan digelar Telkomsel tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti di NTT (16 BTS), NTB (7 BTS), Maluku (11 BTS), Sulawesi (21 BTS), Papua (5 BTS), dan Kepri (3 BTS). Hadirnya 63 BTS baru di lokasi-lokasi tersebut diharapkan akan mampu melayani kebutuhan komunikasi dari sekitar 120.000 warga masyarakat yang sebelumnya memiliki kesulitan dalam mengakses layanan telekomunikasi.

Tak hanya pelosok, Telkomsel secara konsisten menghadirkan infrastruktur jaringan di wilayah-wilayah terdepan dan terluar di Indonesia. Sepanjang satu tahun terakhir, Telkomsel telah membangun lebih dari 120 base transceiver station (BTS) baru di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga secara total kini 753 BTS telah beroperasi melayani berbagai wilayah perbatasan di Indonesia.

Secara nasional saat ini Telkomsel telah menggelar lebih dari 146.000 BTS hingga penjuru Tanah Air yang menjangkau hingga 95 persen wilayah populasi penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, lebih dari 96.000 BTS di antaranya merupakan BTS 4G dan 3G untuk menjamin pelanggan menikmati layanan data yang berkualitas.

Hasilnya, diakui Rifki, tak hanya positif. Ada dampak negatif yang membayangi generasi muda jika tak segera disikapi dengan bijaksana.

Misalnya saja di Papua, meski masuk wilayah Indonesia yang terbilang pelosok dan perbatasan, layanan data sudah bisa diakses anak-anak di sana. Hasilnya, mereka bisa secara bebas mengakses konten negatif dan radikalisme. “Saat ini disparitas layanan data bukan menjadi persoalan. Dampaknya yang negatif juga ada karena layanan data kini sudah menjangkau pelosok,” sebut Manager CSR and Environment Ecosystem Telkomsel ini.

Berkaca dari kekhawatiran dampak negatif layanan data bagi generasi muda inilah, jelas Rifki, Telkomsel kemudian menggelar program CSR yang disebut kampanye #InternetBAIK. “BAIK sendiri merupakan singkatan dari Bertanggung Jawab, Aman, Inspiratif, dan Kreatif,” paparnya saat ditemui di workshop #InternetBAIK yang diselenggarakan di Denpasar belum lama ini.

Baca juga:  Dari Tambahan Kasus COVID-19 Bali Tembus 1.500 Orang hingga Denpasar Hentikan PTM

Ia menjelaskan kampanye ini menggabungkan materi digital parenting, digital literacy dan digital creative. Diluncurkan pada Mei 2016, tahun ini merupakan tahun kedua diselenggarakannya kampanye ini.

Di tahun 2016, program ini telah melibatkan sebanyak 2.800 guru dan orang tua murid, 54 sekolah, 900 murid, dan 550 duta #InternetBAIK yang akan membantu proses edukasi ke masyarakat.

Ia menjelaskan penggunaan Internet yang bertanggung jawab artinya memanfatkan Internet secara tepat sesuai dengan norma dan etika. Aman berarti pengguna Internet terlindungi dari segala potensi kejahatan dan dampak buruk dari Internet.

Inspiratif artinya mendorong pemanfaatan Internet untuk hal-hal yang positif dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pengguna dan orang di sekitarnya. Sementara kreatif berarti menciptakan ekosistem digital yang produktif sebagai wadah pengembangan daya cipta dan kreasi yang bermanfaat secara luas bagi masyarakat.

Rencananya pada tahun ini akan diselenggarakan di 15 kota. Kampanye ini akan menyasar setidaknya 650 orang penerima manfaat yang meliputi guru, orangtua murid, dan anak-anak di setiap kota yang dipilih dalam bentuk seminar, workshop “Cara Keren Edukasi Siswa dan Anak”, Jurnalisme Warganet, dan Pembuatan Video Singkat untuk mendorong banyak komunitas memproduksi konten positif dan inspiratif.

Ia memaparkan ekosistem digital di Indonesia perlu dibangun beriringan dengan semangat yang positif, sehingga dapat menghasilkan berbagai hal yang produktif bagi masyarakat. Untuk itu berbagai elemen masyarakat diajak untuk berperan aktif membangun kesadaran penggunaan Internet yang positif.

“Tahun ini #InternetBAIK menghadirkan konsep baru terkait pendidikan cyber wellness yang disebut Pendidikan Kewarganegaraan Digital Indonesia. Diharapkan bisa membantu para guru dan orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak-anak dan generasi muda agar dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara baik dan tidak melupakan nilai-nilai kepribadian bangsa.

Di samping itu, program ini juga diharapkan mampu mengajak lebih banyak pihak untuk waspada sejak awal terhadap hal-hal negatif di ranah digital, seperti cyberbullying, berita hoax, pornografi, dan cybercrime,” paparnya.

#InternetBAIK sebagai sebuah kampanye cyber wellness meliputi rangkaian aktivitas sosialisasi dan workshop yang ditujukan bagi segmen anak-anak (murid Sekolah Dasar kelas 4-6) dan remaja (murid Sekolah Menengah Pertama) sebagai entry level pengguna Internet. Selain itu juga melibatkan para orangtua dan guru yang berperan sebagai pengawas dan pendamping, sehingga pemahaman mengenai pemanfaatan Internet secara BAIK diharapkan dapat terwujud secara komprehensif.

Baca juga:  Telkomsel Bangun Jaringan di Pulau Tertinggal, Terluar dan Terdepan

Ia menyebutkan tahun ini, kampanye yang merupakan bagian dari kepedulian Telkomsel sebagai penyedia layanan seluler terdepan di Indonesia itu, diperluas hingga melibatkan pengguna yakni generasi mudanya. Kalau tahun lalu, dengan pola parental control melalui workshop bagi guru-guru dan orangtua sehingga mereka bisa menjadi duta #internetBAIK dan mengawasi anak-anaknya. Tahun ini dikembangkan lagi.

“Pada intinya kita ingin memberikan kebiasaan berinternet yang positif bagi anak-anak. Caranya bukan lagi dengan pengawasan ketat melainkan memberikan mereka kebebasan mengeksplor tapi bertanggung jawab dan paham batasannya,” ujarnya.

Ia menganalogikan jika hidup di tepi sungai atau pantai, anak jangan dilarang main di sungai dan pantai. Tapi mereka diajarkan berenang sehingga bisa beradaptasi dengan baik di lingkungannya. Begitupun di era digital ini, anak tidak bisa dilarang mengakses dunia digital, tapi diajarkan cara mengakses yang BAIK.

Bahkan untuk bisa melihat sejauh mana kampanye ini berhasil, terdapat 4 sekolah di masing-masing kota yang akan dikunjungi dijadikan pilot project. Anak-anak di sekolah itu, untuk Bali ada SD 1 Kamasan, SMP 7 Denpasar, SD Tunas Bangsa, dan SMPN 2 Semarapura, akan diminta mengunduh aplikasi Kakatu. Dalam aplikasi itu, situs konten negatif bisa diblokir. Selain itu, aplikasi ini juga bisa mempelajari kebiasaan sang anak dalam mengakses internet. “Jadi, melalui aplikasi ini, bisa dilihat bagaimana kebiasaan sang anak dan dievaluasi serta diberikan pendampingan. Jika sang anak menghapus aplikasi Kakatu dari ponselnya pun, akan ada pemberitahuan yang masuk ke sistem sehingga guru dan orangtuanya mengetahui,” papar Rifki.

Selain Kakatu yang merupakan sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk memproteksi dunia digital anak agar terhindar dari kecanduan gawai, permainan online dan konten negatif lain yang ada di dalamnya, Telkomsel kembali melibatkan Yayasan Kita dan Buah Hati yang sejak 1998 telah fokus dalam kegiatan konsultasi, pendampingan, pelatihan dan advokasi seputar isu keluarga dan pengasuhan anak. Selain itu, ICT Watch sebagai organisasi penggagas awal gerakan digital literasi “Internet Sehat” sejak 2002, juga digandeng.

Diharapkan melalui upaya ini, terbangun sebuah ekosistem digital yang positif yang akan mampu menghasilkan generasi muda kreatif guna menunjang pembangunan ekonomi. Harapan lainnya para generasi muda ini nantinya tidak hanya pintar dalam hal teknologi tapi juga memiliki akhlak moral yang tinggi sehingga selalu bijaksana dalam menjalankan pilihannya. Semoga! (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *