Putu Wenny Saitri. (BP/Istimewa)

Oleh Putu Wenny Saitri

Pinjaman online atau lebih dikenal di masyarakat sebagai pinjol merupakan terobosan baru dalam bidang keuangan dengan memanfaatkan teknologi. Sistem pinjaman berbasis teknologi ini sedang menarrik minat masyarakat pada berbagai kalangan.

Penyebabnya adalah karena pinjaman berbasis online ini menawarkan kemudahan yang tidak bisa disediakan oleh pinjaman berbasis konvensional. Beberapa kemudahan yang ditawarkan pinjol antara lain proses pengajuan yang mudah dan praktis, di mana masyarakat dapat melakukan pengajuan pinjaman melalui online atau daring melalui platform aplikasi tanpa melalui proses survei atau wawancara.

Semua dokumen-dokumen pengajuan yang disyaratkan akan diserahkan secara online. Kemudahan lain terletak pada kecepatan pencairan dana pinjaman, dimana dana akan dicairkan dalam
hitungan jam setelah pengajuan.

Di sisi lain, di balik penawarannya sebagai solusi dana mendesak, pinjaman online juga memiliki beberapa kekurangan yang harus dicermati oleh calon peminjam. Kekurangan pertama terletak pada sistem bunga. Berbeda dengan pinjaman konvensional, pinjol
menetapkan bunga harian untuk pinjaman nasabah, sehingga cenderung memberatkan bagi peminjam yang meminjam dalam jangka waktu panjang.

Baca juga:  "Interlude" Keolahragaan Kita

Kekurangan selanjutnya adalah pada jangka waktu pinjaman yang singkat, dimana kebanyakan pinjaman online hanya memperbolehkan pinjaman untuk dilunasi sampai dengan 6 bulan. Hal ini tentunya
berbeda dengan pinjaman konvensional yang
memiliki jangka waktu panjang.

Sampai dengan Oktober 2021, OJK telah mencatat jumlah penyedia pinjaman online legal adalah sebesar 106 lembaga pinjaman online legal. Pada Maret 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan jumlah transaksi sebesar 28,7 persen atau senilai Rp 19 triliun.

Peningkatan yang cukup tajam ini diperkirakan muncul akibat pola konsumsi masyarakat yang
cenderung konsumtif atau sering disebut sebagai gaya hidup hedon (hedonisme). Hedonisme merupakan kata yang berasal dari Bahasa Yunani yaitu hedonismeos yang berarti kesenangan.

Lebih lanjut, hedonisme memiliki makna sesuatu yang mendatangkan kesenangan, akan dinilai sebagai sesuatu yang baik. Sebenarnya, perilaku hedonisme tidak menjadi masalah ketika seseorang memiliki penghasilan yang sesuai. Namun masalah akan timbul saat seseorang memiliki jumlah penghasilan yang tidak sesuai untuk mendukung gaya hidup hedonism tersebut.

Baca juga:  APK dan Pencemaran Wajah Kota

Seseorang yang sudah terjebak dalam gaya hidup hedonisme, akan sulit keluar dari gaya hidup tersebut dan berusaha untuk tetap bisa mempertahankan gaya hidup tersebut. Pinjol dengan kemudahan administrasinya seakan-akan mendukung gaya hidup hedonisme ini.

Tidak jarang kita mendengar bahwa terdapat nasabah pinjaman online yang tidak mampu melunasi hutang-hutangnya saat jatuh tempo karena tidak memiliki penghasilan yang cukup. Desakan gaya hidup hedon juga membuat masyarakat tidak jeli membedakan
antara Lembaga pinjaman online legal dan yang illegal.

Seringkali karena terdesak keinginan, masyarakat mudah terjerat tawaran pinjaman Online tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pinjaman online illegal memiliki dampak yang lebih besar bagi nasabah, karena tarif bunga yang sangat tinggi dan
yang menjadi sorotan adalah cara para debt collector untuk menagih hutang hingga menggunakan cara-cara yang tidak etis sampai dengan
menggunakan kekerasan.

Baca juga:  Fenomena Hedon Anak Bali

Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi para pelaku hedonisme untuk bisa mengendalikan keinginannya meneruskan gaya hidup tersebut. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar masyarakat bisa terhindar dari gaya hidup hedonisme, yang pertama adalah dengan selalu bersyukur.

Selalu bersyukur dalam setiap keadaan membuat kita lebih menghargai apa yang sudah kita miliki dan tidak menginginkan hal yang lebih. Cara kedua bisa dilakukan dengan selektif memilih teman, karena bagaimanapun lingkungan pertemanan akan berdampak pada cara berpikir dan gaya hidup kita.

Kemudian kita bisa menentukan skala prioritas, karena dengan mengetahui skala prioritas, kita bisa menentukan pengeluaran yang bersifat kebutuhan dan keinginan. Cara selanjutnya adalah dengan berfokus pada pekerjaan dan mengembangkan kemampuan diri, sehingga pikiran kita akan tertuju pada bagaimana memberikan kinerja yang baik dan mengembangkan diri melalui pelatihan-pelatihan profesional.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ooktor Ilmu Akuntansi Universitas Udayana

BAGIKAN