DISKUSI-Diskusi panel diinisiasi BNN, KPK dan BNPT di Mapolda Bali. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Selama pandemi COVID-19 jumlah oknum Polri dan ASN seluruh Indonesia yang terlibat narkoba masih banyak. Seperti disampaikan Kepala BNN RI Komjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose bahwa tahun 2021 jumlah oknum ASN terlibat narkoba 217 orang. Sedangkan oknum Polri ditangkap karena narkoba pada tahun ini sebanyak 338 orang.

Jumlah tersebut turun dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk ASN kena narkoba tahun 2020 sebanyak 302 orang, sedangkan oknum Polri 506 orang. “(Oknum) Polisi, jaksa, hakim, custom masih banyak terlibat (narkotika),” tegas Komjen Golose saat sebagai narasumber diskusi panel di Mapolda Bali, Rabu (24/11).

Baca juga:  Jalan Licin, Truk Terperosok ke Pematang Sawah

Golose juga menyoroti pencucian uang oleh bandar narkoba. Walaupun bandar tersebut mendekam di lapas tapi tetap bisa menjalankan bisnis gelapnya tersebut. Bahkan ia mantan Kapolda Bali ini menceritakan saat Bom Bali 1 sempat menangani kasus pencucian uang dilakukan bandar narkoba mendekam di LP Kerobokan. “Kebetulan saya menanganinya saat itu menjabat Kepala Satgas Cyber Crime Mabes Polri dan itu terjadi di Bali,” ujarnya.

Baca juga:  Terowongan Irigasi Ambrol Seret Penyengker Warga

Perlu diketahui, kata Golose, lapas di Indonesia lebih 51 persen adalah napi atau tahanan narkotika. Bahkan di kota-kota besar lebih dari 70 persen. Saat ini di Indonesia penyalah guna narkoba sebanyak 150 ribu orang dan Bali juga berkontribusi. “Ancaman narkotika tidak kenal profesi dan 80 persen diselundupkan lewat laut. Ingat pengguna narkoba adalah pembohong besar. Semua pernah terlibat. Mulai dari penyidik, penuntut umum, hakim, pengacara, pegawai lapas, petugas BNN dan masyarakat umum,” ungkapnya.

Baca juga:  Buntut Penahanan Bendesa Adat Tanjung Benoa, Warga "Gerudug" Mapolda

Sedangkan Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyampaikan, terorisme adalah ideologi berbasis kekerasan atau ancaman kekerasan. Jadi apabila segala sesuatu dicapai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka terjadi gangguan ideologi politik dan gangguan keamanan. “Tugas kami adalah membangun kekuatan secara nasional termasuk di pemda dalam upcaya pencegahan. Demikian juga kalangan komunitas ASN, bisa kena karena ideologi terorisme disebarluaskan untuk dapat dukungan dari unsur-unsur pemerintah. Cukup banyak terjadi di lingkungan Polri dan ASN,” ujarnya. (Kertanagera/Balipost)

BAGIKAN