SEMARAPURA, BALIPOST.com – Ribuan pengungsi dari Karangasem telah hampir sepekan memadati GOR Swecapura, Desa Gelgel, Klungkung. Ditempat ini mereka menghabiskan waktu untuk istirahat dan bercengkrama dengan keluarga. Dalam melangsungkan hidup dan memenuhi kebutuhan, sudah barang tentu ada orang-orang yang bekerja keras dibaliknya. Mereka adalah relawan yang meninggalkan pekerjaan utamanya demi misi kemanusiaan.
GOR Swecapura yang sebelumnya nampak lengang, sejak sepekan lalu berubah menjadi lautan manusia. Seiring Gunung Agung level siaga hingga awas, warga Karangasen yang mengungsi semakin deras. Bahkan, sampai sepekan berjalan, itu masih terjadi. Mereka tak membawa barang berharga. Ditempat penampungan hanya dipadati pakaian.
Sejalan dengan itu, bantuan kemanusiaan pun juga mengalir deras. Individu maupun kelompok silih berganti berdatangan. Ada yang membawa pakain, perlengkapan tidur, bahan makanan, hingga mainan untuk anak-anak. Dari pagi hingga malam, pemandangan ini seakan tak ada putusnya. Kepekaan untuk peduli antarsesama mendapat acungan jempol dari pemerintah. Pengungsi pun juga bisa tersenyum sumringah.
Namun, bantuan logistik bukan menjadi hal terakhir. Menyambung hidup, pengungsi perlu isi perut. Mulai pagi, siang dan malam. Disini, sejumlah relawan turun. Seperti halnya, Kamis (28/9). Yang pintar memasak, menciptakan berbagai jenis menu. Barang tentu, harus sehat dan nikmat untuk disantap. Aktivitas ini berlangsung di dapur umum yang lokasinya masih berada di areal GOR. Beberapa relawan terlihat sibuk. Terlihat profesional, menunjukkan keahliannya. Tak nampak wajah lelah dari wajahnya. Panasnya uap dan kerasanya kepungan asap tak menyurutkan niatnya untuk tetap membantu.
Relawan, Anggra Purnama Dewi menuturkan keinginannya untuk ikut sibuk di dapur umum bukan terpaksa. Namun memang muncul dari niat. Perempuan satu anak ini hanya berpegang pada rasa kemanusiaan. “Saya belajar memposisikan diri, kalau jadi pengungsi bagaimana. Pasti sulit. Itu yang membuat saya ikut jadi relawan. Ingin membantu mereka,” ucapnya.
Menariknya lagi, demi meringankan beban hidup pengungsi yang pahit, ia memilih untuk “mengabaikan” profesinya sebagai bidan swasta. Langkah ini pun tak membuatnya menyesal. Tetap merasa senang karena dapat berbagi. “Sudah dari enam hari bantu-bantu. Keluarga mendukung,” tuturnya.
Hal serupa juga dilakukan Anak Agung Gede Anom Putra. Chef salah satu hotel di Denpasar ini juga terpanggil karena ingin meringankan beban pengungsi. “Sebenarnya saya kerja di hotel. Tapi sekarang bantu disini. Sudah ada izin juga,” terangnya. Pria yang tergabung dalam Indonesia Chef Asosiation (ICA) ini juga dipercaya mengkoordinir dapur umum. (sosiawan/balipost)