Seorang anak mencuci tangannya usai bermain di taman bermain anak Lapangan Puputan Badung, Denpasar. Disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari merupakan upaya yang efektif untuk mencegah penyebaran penyakit. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Varian baru virus SARS Cov-2 penyebab Covid-19 dengan kode B.1.1.529 yang kemudian dikenal dengan nama Omicron mulai menghebohkan dunia. Diduga lebih cepat menular dan membuat vaksin tidak efektif. Bali wajib mewaspadai Omicron ini sekaligus menyiapkan langkah antisipasi meski tingkat fatalitasnya masih dalam penelitian.

Hal tersebut terungkap melalui Focus Group Discussion (FGD) Ubah Laku yang dilaksanakan Bali Post dengan narasumber Ahli Virologi FKH Universitas Udayana, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar dr. Ketut Widiyasa dan Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Bali Dr. IBG. Fajar Manuaba, Sp.OG (K), MARS.

Prof. Mahardika mengatakan saat ini para ahli belum mengindikasikan kalau varian ini mudah menular dan dapat menyebabkan penyakit yang lebih ganas atau tidak. “Virus ini sedikit berbeda. Namun para ahli belum mengindikasikan bahwa virus ini mudah menular, virus ini menyebabkan penyakit yang lebih ganas, serta varian ini tidak bisa dilindungi dengan vaksin. Ini belum ada informasi seperti itu, kita pantau saja dulu,” ucapnya.

Guna mengantisipasi lonjakan kasus yang diperkirakan terjadi Desember sampai Februari 2022, Bali diharapkan tetap waspada.

Baca juga:  Empat Bulan, DBD di Bangli Capai 495 Kasus

Hal serupa disampaikan dr. Widiyasa yang mengatakan Indonesia masih dalam situasi pandemi, terlepas dari ada tidaknya varian baru sehingga mewajibkan masyarakat untuk tetap disiplin protokol kesehatan (prokes). “Sejauh ini strategi paling baik adalah mencegah dengan prokes yang paling efektif,” ujarnya.

“Varian baru virus yang menjadi concern WHO juga harus benar-benar diwaspadai oleh semua. Berdasarkan laporan WHO, varian virus ini merupakan varian baru dri Covid-19 yang memiliki daya tular lebih cepat dan lebih infeksius, apalagi jika tidak melakukan upaya-upaya prokes dengan baik,” ujarnya.

Terkait kesiapan RS dalam menghadapi gempuran varian baru, Dr. Fajar Manuaba, Sp.OG (K), MARS., mengatakan anggota ARSSI tetap waspada. Seperti dari segi oksigen, ruang isolasi, pengalaman, obat, dan bahan habis pakai lebih siap dibandingkan dengan gelombang kedua bulan Juli dan Agustus 2021.

Menurutnya, varian baru Omicron sudah bisa dipastikan akan sampai ke Indonesia, hanya masalah waktu. “Karena sehebat-hebatnya menutup gerbang internasional, tetap saja ada kemungkinan lolos masuk Indonesia,” ucapnya.

Mahardika mengingatkan tanpa ada atau adanya varian baru pun, RS harus ditingkatkan kapasitas bed, begitu juga fasilitas penunjang. Hal itu perlu disiapkan karena menurut pengalaman sebelumnya, Sejumlah RS membludak dan kekurangan Oksigen.

Baca juga:  Pengamanan KTT G20, Menko Luhut : Tidak Ada Ruang untuk Membuat Kesalahan

Tentunya hal ini tidak perlu terjadi lagi ke depannya. Yang penting sekali kata dia untuk mereka yang memiliki gejala berat, agar disiapkan fasilitas penunjang ini. Namun untuk yang gejala ringan, cenderung  akan sembuh. “Untuk pasien dengan gejala berat inilah yang harus disiapkan. Untuk ICU dengan ventilator dan suplai oksigen yang tidak boleh putus seperti saat terjadi lonjakan kasus. Beberapa hari Bali sempat kekurangan oksigen. Tentu tanpa harus ada varian baru pun, kapasitas dan fasilitas penunjang di RS harus ditingkatkan,” katanya.

Fajar mengatakan meski ada tantangan dan risiko baru yang akan dihadapi, namun road map kemandirian sektor kesehatan di Bali harus tetap jalan karena pandemi yang lain tetap bisa muncul, terutama kemandirian pengelolaan limbah medis, oksigen, termasuk sistem komunikasi radio medik. Urgensi kebutuhan pengelolaan limbah medis di Bali sudah muncul sejak tahun 2016, padahal menurutnya hal ini adalah potensi PAD. “Apalagi kita amat berharap adanya medical tourism,” tandasnya.

Baca juga:  Gapasdap Ajukan Aspirasi Terkait Pengoperasian Dermaga Tanah Ampo

Yang juga perlu menjadi perhatian selain kemandirian sektor kesehatan  adalah penyelesaian klaim Covid-19 periode 2020 sampai dengan 2021 harus tuntas, karena RS Swasta memerlukan modal untuk membeli obat dan bahan habis pakai. Hal ini sangat penting untuk menghadapi kemungkinan kenaikan kasus akibat varian baru.

Fajar menyebut masih ada tunggakan pembayaran klaim bulan Juli 2021 saat puncak Covid-19. Selain itu jumlahnya juga belum bisa dipastikan dan tidak merata. Ia berharap penyelesaian klaim pasien Covid-19 bisa selesai dalam 30 hari karena tunggakan pembelian obat harus selesai dalam 30 hari.

Sementara itu, Widiyasa mengatakan menjelang Nataru, ia mengajak masyarakat untuk selalu waspada dan disiplin prokes, karena jika tidak kasus Covid-19 di Bali akan mengkhawatirkan dan mencekam seperti yang terjadi pada Juli – Agustus 2021 lalu. Ia menekankan untuk pentingnya menjaga keluarga dengan disiplin prokes mengingat fenomena sebelumnya, penyebaran Covid-19 lebih banyak terjadi pada klaster keluarga sehingga Nataru agar dijadikan momen untuk menjaga keluarga terkasih. (Yudi Karnaedi/Citta Maya/balipost)

BAGIKAN