NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Sumbersari di Kecamatan Melaya, merancang Baga Usaha Praduwen Desa Adat (BUPDA) dalam upaya menggerakan perekonomian krama adat. Salah satu unit usaha yang tengah digodok dan dirancang melalui perarem adalah peternakan babi.
Peternakan babi ini nantinya melibatkan krama adat langsung dengan konsep pemberian bantuan barang, pendampingan dan pengawasan ternak. Dengan sasaran krama adat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Bendesa Adat Sumbersari, I Ketut Subanda, mengatakan tujuan utama Bupda adalah menggerakan perekonomian krama adat. Peternakan Babi salah satu peluang yang potensial dan dapat dilakukan dengan berbasis krama adat.
Namun dalam usaha ini, krama adat yang akan beternak Babi tidak mendapatkan uang, melainkan barang dalam usaha ternak. Baik itu bibit, pakan hingga pelayanan selama beternak itu. Pembayaran dilakukan setelah siklus beternak selesai (bayar panen).
Modal yang digunakan untuk Bupda ini menurutnya diambil dari likuiditas (cadangan) dana di LPD. Sebelumnya, selaku Bendesa Adat sekaligus ex officio Ketua Badan Pengawas LPD, dikatakan dari hasil pengawasan dan laporan, di LPD Sumbersari mengalami kelebihan likuiditas atau cadangan dana sekitar Rp 1 miliar. “Likuiditas ini tentunya berdampak pada menurunnya pendapatan LPD. Prajuru desa adat lalu mencari solusi, dan muncul ide untuk membuat peternakan babi berbasis desa adat melalui Bupda. untuk di awal Rp 200 juta, untuk modal Bupda,” terang Subanda.
Dengan perhitungan bunga harian 0,04 persen dan sistem RC, atau berapa dana yang diambil yang dibutuhkan itu yang kena bunga. Selanjutnya, untuk krama desa adat yang memohon beternak akan didata masing-masing klian banjar adat dan melalui proses verifikasi dari tim Bupda, apakah layak atau tidak.
Ketika layak, akan diberikan bibit babi dan pengadaan ini dilakukan secara transparan. “Peternak yang notabene krama adat, bisa membeli di tempat lain, tidak mutlak di Bupda. Tetapi juga akan dicek dulu kalau memang sesuai akan dibayar oleh Bupda,” terangnya.
Terhitung dari saat pemberian bibit itu, krama yang sudah menerima bibit, tercatat dalam administrasi Bupda sebagai hutang. Dengan pembayaran suku bunga 0,07 persen per hari.
Dalam proses pemeliharaan semua kebutuhan baik itu pakan dan obat akan disuplai oleh Bupda. Dengan estimasi lima bulan, bibit babi yang diternak itu bisa mencapai bobot di atas 1 kuintal. “Jadi murni dalam bentuk barang terhutang, sehingga peternak sudah mengetahui berapa biaya dan kapanpun bisa menjual babi bila sudah merasakan keuntungan,” terang Subanda.
Di akhir siklus panen, peternak baru membayar. Rencana usaha BUPDA peternakan babi ini berawal dari masukan krama yang berniat beternak namun terkendala modal.
Jika pinjam dalam bentuk uang, mereka sudah terbebani dengan cicilan sebelum ada hasil. Dan menurutnya usaha ini bisa terus bergulir, sampai nanti peternak bisa membeli bibit sendiri (mandiri).
Saat ini, Desa Adat masih menyusun administrasi dan perarem. Usaha desa adat dalam sektor riil ini menurutnya harus dilandasi sebuah perarem yang kuat. Dalam struktur kepengurusan Bupda, melibatkan Ketua LPD selaku badan pengawas, sabha dan kerta desa.
Kemudian klian adat sebagai fungsi pengawasan lapangan. Dua minggu sekali akan melakukan kontrol kepada peternak. Cek kesehatan hewan ternak. Jika ada yang harus mendapatkan perawatan akan menggandeng dokter hewan untuk mendampingi peternak. Dengan pola ini, diharapkan mampu menggerakan perekonomian krama. (Surya Dharma/balipost)