AMLAPURA, BALIPOST.com – Fokus penanganan para pengungsi saat ini masih berkutat pada distribusi logistik untuk memenuhi kebutuhan di posko pengungsian. Kebutuhan konsumsi sementara memang sudah tercukupi.

Tetapi, di sisi lain, ekonomi para pengungsi saat ini lumpuh total. Ini menimbulkan masalah bagi para pengungsi, khususnya kaitannya dengan lembaga perbankan. Sebab, dalam situasi sulit seperti ini mereka jelas tak mampu memenuhi kewajiban membayar hutang dengan lembaga perbankan.

Persoalan ini menjadi salah satu sorotan legislator dari Komisi VIII DPR RI saat turun ke Posko Induk Tanah Ampo, Kecamatan Manggi, Kamis (28/9). Wakil Ketua Komisi VIII Noor Achmad, mengatakan persoalan pengungsi dengan lembaga perbankan ini harus segera dipikirkan jalan keluarnya.

Dia mengaku prihatin dengan kondisi pengungsi seperti ini. Orang sudah mengungsi, tinggal di tenda-tenda pengungsian, tidak mungkin bisa bekerja. Dengan situasi ini, para pengungsi tak mungkin bisa memenuhi kewajibannya dengan lembaga perbankan. “Orang mengungsi, bertahan hidup saja susah. Kalau mesti bayar hutang ke perbankan, jelas ini sulit. Karena pengungsi tak bekerja, tidak mungkin mereka mendapat pemasukan,” kata legislator Partai Golkar ini.

Baca juga:  Cek Pengamanan di Gilimanuk, Ini Permintaan Wakapolda

Dia mengakui, belum ada nomenklatur penanganan bencana yang sampai pada dampak ekonomi seperti ini. Tetapi, ini harus dipikirkan seperti apa bentuk langkah antisipasi yang akan diambil. Sebab, banyak pengungsi yang pekerjaannya harian. Sehingga, saat mengungsi mereka tidak dapat pemasukan apapun.

Dia berharap dalam situasi terjadi bencana seperti ini, ada kebijakan khusus dari perbankan, misalnya menunda kewajibannya terhadap lembaga perbankan selama masih belum bekerja, atau ada alternatif lain yang diatur dalam regulasi perbankan.

Hal serupa menjadi sorotan Sodik Mudjahid. Meski demikian pihaknya lebih sepakat, kalau ini segera ditindaklanjuti setelah proses evakuasi tuntas dan kebutuhan warga di pengungsian semua terpenuhi. Dia juga menyinggung soal dukungan anggaran dari pusat, yang masih terkendala karena regulasi.

Regulasi dari Permendagri itu harus segera direvisi, kebutuhan anggaran dalam penanganan sebelum terjadi erupsi cukup besar. Sementara, regulasi dari saat ini, APBN baru bisa cair ketika sudah terjadi erupsi.

Baca juga:  Gunung Agung Kembali Semburkan Asap, Tak Ganggu Aktivitas Upacara

Komandan Satgas Siaga Bencana Gunung Agung, Letkol Inf. Fierman Sjafirial Agustus, dihubungi terpisah, Kamis (28/9) mengatakan penanganan pengungsi belum pada tahap dampak ekonomi pengungsi. Tetapi, fokus saat ini bagaimana memastikan seluruh warga dievakuasi dari daerah rawan bencana. Kemudian, memastikan kebutuhan utamanya mencukupi di setiap tempat pengungsian. “Kami masih fokus pada penanganan evakuasi, keamanan dan kenyamanannya di tempat pengungsian. Belum memikirkan bagaimana hutangnya,” kata Fierman yang juga Dandim 1623/Karangasem.

Dia meminta para pengungsi bersabar. Masih banyak hal lain yang lebih urgen harus segera di urus. Langkah-langkah yang harus diambil mesti bertahap, agar tidak salah jalan dalam mengambil keputusan. Pemerintah saat ini masih mengupayakan memenuhi kebutuhan pokok pengungsi yang sudah menembus angka 104 ribu orang.

Kalau kebutuhan pokok sudah tertangani, persoalan hutang pengungsi menurutnya tinggal dibicarakan dengan pihak perbankan, agar dihapuskan kewajibannya dalam rentan terjadinya alam ini, setelah selesai bencana.

Baca juga:  Dari Tempat Yoga Ludes Dilalap Api hingga Tambahan Kasus COVID-19 Nasional

Saat ini fokus harus diarahkan pada keselamatan warga. Bagaimana mengantisipasi apabila terjadi erupsi tidak sampai menimbulkan korban. “Saat ini bantulah kami memikirkan hal-hal yang membantu menyelamatkan warga,” tegasnya.

Sejumlah lembaga perbankan, belum berani mengambil langkah akan menghapuskan beban hutang selama mengungsi. BRI sendiri baru akan membuat call center khusus, untuk penanganan dampak bencana Gunung Agung.

Pembicaraan Satgas dengan lembaga perbankan juga belum dilakukan. Beberapa LPD, sebagai lembaga keuangan terdekat dengan warga di desa, juga belum berani melakukan langkah penghapusan kewajiban, selama warga di pengungsian.

Kepala LPD Sibetan, Made Mastiawan, mengatakan belum ada kebijakan melakukan pemutihan. Instruksi dari pemerintah daerah untuk melakukan itu juga belum ada.

Kalau ada arahan khusus, untuk memberikan kebijakan seperti pemutihan seperti itu, pihaknya tinggal mengikuti saja. Menurutnya khusus nasabahnya, banyak saat ini yang hanya membayar bunga saja. Pihaknya juga memaklumi kondisi nasabah dalam situasi seperti ini. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *