Zona
Peta ini menunjukkan Desa Selat masuk zona awas, karena wilayahnya ada di dalam lingkaran penegasan hitam dan berwarna merah. (BP/gik)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Sesuai hasil rapat, Minggu (1/10) siang, penambahan desa terdampak bencana Gunung Agung hanya Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem. Sedangkan soal kejelasan Desa Selat apakah masuk zona awas atau aman masih belum mendapatkan kepastian.

Sebagaimana hasil rapat koordinasi Gubernur Bali dengan para perbekel di Karangasem, di Pos Komando Siaga Bencana Erupsi Gunung Agung, dalam peta yang di rilis BNPB, wilayah Desa Selat masuk zona awas, atau persisnya di KRB II (warna merah muda). Akan tetapi, desa tetangganya, Desa Amerta Bhuana dan Desa Sebudi ini justru tak masuk daftar 28 desa terdampak erupsi Gunung Agung yang di rilis Badan Vulkanologi.

“Dilihat dari peta, desa kami zona awas, tapi dari daftar 27 desa terdampak, desa kami tidak masuk. Untuk itu kami minta ada surat resmi dari pemerintah daerah, yang benar bagaimana, masuk zona awas atau aman. Agar kami bisa jelaskan kepada masyarakat kami,” kata Perbekel Selat I Gusti Lanang Adiartha.

Baca juga:  Di APBD 2019, BKK Desa Pakraman Naik Rp 250 Juta

Pihak Desa Selat ingin memperjelas masuk zona awas atau aman ini untuk memudahkan menyampaikan kepada warga, apakah harus mengungsi atau tidak. Ini juga penting terkait pendistribusian logistik kepada para pengungsi. Namun atas pertanyaan itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan pemerintah daerah tak akan mengeluarkan surat resmi apapun.

Menurutnya, yang berhak menyatakan suatu daerah itu masuk zona awas atau aman, hanya Badan Vulkanologi. Jadi, semua pihak harus patuh terhadap isinya. Akhirnya, Gubernur Pastika memberi jalan tengah. Tetapi, jalan tengah itu terkesan pasrah. “Begini saja, kalau merasa wilayahnya rawan atau zona awas silahkan mengungsi. Kalau merasa tidak rawan silahkan bertahan. Tidak ada yang memaksa. Tak mungkin mengeluarkan surat resmi begituan. Jangan merasa Gubernur memaksa pengungsi pulang. Cuma memberi tahu, mana zona bahaya dan zona aman,” tegas Gubernur Pastika.

Baca juga:  Jadi Bacaleg, Dua Perbekel di Badung Mengundurkan Diri

Sementara Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa, Desa Selat harus berpegang pada radius 9 km, sebab radius 12 km menurutnya sebagai perluasan sektoral. Sementara dari Desa Selat ke Pasar Agung dia menghitung jaraknya sekitar 11 km, dari Pasar Agung ke puncak Gunung Agung sekitar 4 km. Sehingga, Wabup Artha Dipa, memberi penegasan sekaligus kesimpulan, kalau Desa Selat tak masuk zona awas. Namun, jawaban Wabup itu tak membuat Perbekel Selat puas. Sebab, berpatokan pada peta, Desa Selat kena warna merah.

Sedangkan Perbekel lainnya, I Gede Partadana, juga mengungkapkan hal serupa. Menurut Perbekel Desa Bebandem ini, para perbekel hanya butuh sikap resmi pemerintah daerah, mana desa-desa zona awas dan zona aman. Bila perlu dibuat lebih rinci hingga ke wilayah banjar dinasnya, agar antara daftar dengan realita di lapangan jelas.

Baca juga:  Dari Ditinggal Ortu hingga “Overstay” Hampir 2,5 Tahun hingga Pemuda Asal Madiun Diamankan

Surat resmi dari pemerintah daerah ini, juga sebagai rujukan untuk menyampaikan informasi kepada masing-masing masyarakat di setiap banjar dinas. Sebab, daftar yang beredar sekarang tak jelas sumbernya.

Seperti Desa Bebandem, disana keseluruhan ada 12 banjar dinas, tetapi yang disebut berbahaya sesuai daftar desa terdampak yang beredar, hanya Desa Bebandem bagian atas. Padahal disana ada lima banjar dinas, yang muncul dan viral, cuma Banjar Dinas Tihing Sekaa dan Tihingan.

Hingga pertemuan itu berakhir, belum ada kesimpulan, apakah Desa Selat masuk zona awas atau zona aman. Perbekel Selat I Gusti Lanang Adiartha sendiri, dengan tanggapan seperti itu, akan menyampaikan apa yang menjadi jawaban Gubernur Bali, sambil menunggu perkembangan lebih lanjut. (Bagiarta/ Bali Post)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *