NEGARA, BALIPOST.com – Kebutuhan krama dalam beryadnya ke depan harus tetap dipertahankan meskipun mengikuti perkembangan zaman. Upaya mempertahankan itu perlu berbagai langkah untuk penguatan melalui fungsi desa adat.
Menuju itu perlu pembangunan mental dan SDM merubah mainset bahwa bermasyarakat adat itu menjadi beban. Melainkan nantinya ada semangat dari generasi muda dalam beradat nyaman dan tidak menjadi beban.
Salah satu yang saat ini menjadi pemikiran Desa
Adat Melaya, adalah usulan untuk pembangunan krematorium untuk pitra yadnya umat. Melaya merupakan salah satu wilayah di Jembrana yang memungkinkan guna pembangunan tersebut.
“Desa Adat Melaya sedang mengusulkan krematorium, kebutuhan yang semakin kompleks
dan kita berpikir untuk 50 tahun ke depan. Tanpa mengurangi makna beryadnya,” ujar Bendesa Adat Melaya, Komang Suardita.
Ke depan, dengan tempat yang semakin sempit dan kompleksnya peradaban perlu penyesuaian untuk efisiensi pelaksanaan yadnya. Bagaimana upakara
tetap bisa berjalan, tanpa mengurangi makna.
Menurutnya krematorium ini penting, bukan hanya kebutuhan saat ini saja, tetapi untuk beberapa tahun
ke depan. Terlebih di Melaya khususnya Desa Adat Melaya merupakan gambaran wilayah di Kabupaten Jembrana yang memiliki penduduk yang heterogen. Tercatat ada lima agama yang saling bersandingan dan berbaur di 10 banjar adat di Desa Adat Melaya.
Untuk lokasi krematorium, desa adat sudah
merancang di dua titik. Pertama di selatan setra saat ini, dan satu lokasi lagi di selatannya.
Ke depan bila krematorium terwujud, maka akan menjadi salah satu unit Bupda (Baga usaha praduwen desa). Dengan posisi Desa Adat Melaya di jantung Kecamatan Melaya dan memiliki jumlah krama 1.360
keluarga, wewidangan ini sangat strategis. Desa Adat Melaya sesuai dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang menjadi program Gubernur Bali, Wayan
Koster berupaya menjalankan fungsinya sebagai pilar adat dan budaya.
Di samping berperan menjaga keharmonisan seluruh
umat yang tinggal di wewidangan Desa Adat Melaya.
Selain usulan Krematorium untuk Bupda, Desa Adat Melaya juga tengah berkoordinasi untuk dapat mengelola tenten (pasar senggol) di Melaya.
Lokasi dan bangunan sudah ada, namun saat ini masih terbentur terkait pengelolaan aset yang masih ada di Perusda. “Kita masih berupaya memohonkan, agar ke depan tenten itu bisa kita manfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Di samping juga memberikan wadah bagi krama untuk berusaha,” terangnya.
Untuk menghadapi perkembangan globalisasi yang semakin kompleks, juga harus dengan penguatan pembangunan mental generasi muda. Penguatan
SDM krama harus dipupuk sejak saat ini.
Baik itu melalui pendidikan formal seperti PAUD Hindu, juga pendidikan di tingkat keluarga. Sehingga
terpupuk mental spiritual krama yang tidak tergoyahkan dan senantiasa menjaga adat dan budaya mengikuti situasi dan kondisi wewidangan.
Mindset bahwa Adat dianggap beban, harus tergantikan. Ke depan, dalam beradat krama merasa nyaman dan tidak menjadi beban. Efisiensi pelaksanaan Yadnya. Upakara tetap berjalan, tanpa mengurangi makna. (Surya Dharma/balipost)