Tokoh pariwisata dan para tokoh spiritual dan aktivis Gema Perdamaian dalam acara Sarasehan Damai Tokoh Pariwisata. (BP/win)
DENPASAR, BALIPOST.com – Damai itu adalah sebuah kondisi yang dirasakan dan dibutuhkan upaya untuk menemukannya. Damai harus ditemukan di dalam diri sendiri yang bisa kita akses dengan mendisiplinkan diri melalui tujuh lapisan diri dari unsur yang paling kasar ke unsur yang paling halus.

Menurut salah satu tokoh Gema Perdamaian, Ida Rsi Wisesanatha, pada dasarnya, semua orang suka damai dan indah. Namun, tidak semua orang mau mengupayakannya. Sebab, sebagian dari manusia jumawa dengan kecerdasan rasio, padahal rasio itu sering menipu diri sendiri.

Oleh karena itu, untuk menemukan damai, seseorang harus rajin berlatih dan mendisiplinkan diri dengan welas asih. Menurut Ida Rsi, ada elemen di otak manusia yang mengandung morfin alami yang disebut endorfin. Ini bisa dibangkitkan melalui meditasi dan olahraga yang bermutu, tidur yang berkualitas dan sex yang berkualitas.

Baca juga:  Bus Adu Jangkrik, Satu Sopir Melarikan Diri

Beliau mengajak para peserta sarasehan untuk berlatih menemukan diri masing-masing. Ia yakin, setiap orang yang hidupnya tidak damai pasti hidupnya tak sehat alias sakit. “Mari kita bersama-sama ajak teman-teman kita untuk menemukan makna damai di dalam diri masing-masing,” ajaknya.

Salah satu peserta, Imran Jamal, menambahkan damai itu muncul ketika kita bersosialisasi dengan saling menghormati satu dengan yang lain dan disetarakan. “Damai itu muncul ketika saya dan yang lain tidak merasa terancam, ketika kita saling menerima,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PHRI Bali, Dr. Ir. Cokorda Artha Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace, mengatakan damai itu adalah syarat mutlak dan modal dasar bagi industri pariwisata. Untuk menemukan kedamaian di Bali, pihaknya mengajak masyarakat untuk selalu menjaga alam, baik secara sekala maupun niskala.

Baca juga:  Penataan Desa Wisata Paksebali Diusulkan Anggaran Rp 10 Miliar

Cok Ace menegaskan, bahwa ada kekuatan lain yang tak dapat dilihat yang sesungguhnya “memiliki” tanah Ibu Pertiwi Bali. Kekuatan inilah yang mesti dijaga dengan baik agar Bali selalu damai dan nyaman.

Hal senada juga diungkap Ketua Asosiasi FKUB Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet. Baginya, perdamaian dan kerukunan tak cukup hanya dibicarakan, tetapi harus diupayakan dan diperjuangkan.

Ida Penglingsir Agung mengakui salut dengan semangat para pengayah Gema Perdamaian yang sangat semangat menjalankan tugas. “Perdamaian dan kerukunan hidup antar sesama warga adalah harga mati sebagaimana kita memegang teguh konsensus berbangsa dan bernegara Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI,” imbuhnya.

Baca juga:  17 Bidan di Gianyar Akhirnya Terima SK CPNS

Sementara itu, Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Daerah Bali, I Nyoman Astama, S.E.,CHA., mengurai makna DAMAI menjadi 5 huruf yakni D (Dharma=Kebajikan), A (Anresangsia=Tak mementingkan diri sendiri), M (Maitri=Kesetiakawanan sosial), A (Arjawa=kejujuran) dan I (Ingat kepada Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Mahaesa). “Jika makna kata DAMAI itu dipegang dengan teguh, maka kedamaian pasti akan bisa diwujudkan mulai dari diri sendiri lalu menyebar ke orang lain,” tandasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *