Suasana pengecekan syarat perjalanan bebas Covid-19 di Bandara Soekarno Hatta. (Angkasa Pura II). (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan pemerintah yang memperbolehkan pejabat eselon I ke atas usai perjalanan internasional melakukan karantina secara mandiri dinilai tidak adil bagi masyarakat. Pengamat Kebijakan Publik Dr. I Gede Wirata, S.Sos., S.H., MAP., mengatakan, mestinya di dalam membuat kebijakan tidak boleh ada yang merasa keadilannya dirampas.

”Siapapun dan apapun jabatannya aturan atau kebijakan yang dibuat harus berlaku sama. Sebab, apabila dalam sebuah kebijakan bersifat spesifik, tentu akan menjadi tanda tanya besar dan menimbulkan kekecurigaan di dalam masyarakat. Dalam situasi seperti ini, dimana perekonomian lagi lesu, mencari pekerjaan susah, janganlah membuat kebijakan yang memantik kemarahan warga masyarakat,” tandas Gede Wirata, Rabu (15/12).

Baca juga:  Kebebasan Sipil Tertinggi

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) Universitas Ngurah Rai Denpasar ini menyarankan agar setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah alangkah baiknya berlaku umum, tidak bersifat spesifik, sehingga tidak memancing kemarahan warga masyarakat.

Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas atau Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito menegaskan, bahwa pelaku perjalanan internasional yang diperkenankan untuk melakukan karantina secara mandiri adalah pejabat eselon 1 ke atas. Deskresi ini berlaku secara individual, yakni hanya untuk pejabat yang bersangkutan saja.

Baca juga:  Sejak Dibuka 14 Oktober, Imigrasi Catat Belum Ada Wisman ke Bali

Wiku mengatakan pejabat eselon satu ke atas yang ingin melakukan karantina mandiri, tetap harus mengajukan permohonan. Yakni permohonan sudah diajukan minimal tiga hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas Penanganan Covid-19. Jika memang pihak lainnya selain pejabat yang tak memenuhi syarat, diharapkan melakukan karantina terpusat. (Winatha/balipost)

BAGIKAN