MANGUPURA, BALIPOST.com – Bali memiliki banyak tradisi unik yang hingga kini masih tetap lestari, karena komitmen masyarakat adatnya. Seperti halnya tradisi Aci Kebo Dongol yang masih masih dilaksanakan warga Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi.
Bahkan, Aci Kebo Dongol juga telah mendapatkan pengakuan secara nasional menjadi warisan budaya tak benda dari Kemenkum HAM dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bendesa Adat Kapal, Ketut Sudarsana mengatakan, Aci Kebo Dongol dilaksanakan oleh Banjar Basang Tamiang.
Bahkan tradisi ini telah digelar saat masa kerajaan. “Aci Kebo Dongol ini dilaksanakan setiap enam bulan sekali di Pura Dalem Bangun Sakti. Tepatnya pada hari Buda Wage langkir,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan cerita pelaksanaan Aci Kebo Dongol ini atas perintah Raja pada saat itu keturunan dari Arya Delancang. Sebab pada saat itu sebagai penguasa Kapal melihat kesusahan dari masyarakat Kapal. “Arti sebenarnya dari Kebo Dongol adalah Kebenaran sejati atau kebenaran yang hakiki. Dalam prosesinya dimulai dengan pujawali di Pura Dalem Bangun Sakti, setelah itu akan dilaksanakan Tari Pendet, Tari Rejang Dewa dan terakhir akan dilaksanakan Tari Rejang Kebo Dongol tersebut,” terangnya.
Untuk pelaksanaan tarian akan dipentaskan pada pukul 24.00 atau lebih berdasarkan pawisik yang diterima. Dalam prosesinya menggunakan sarana jajan berbentuk kerbau dan Pedang Sudamala.
“Tari Kebo Dongol terebut dipentaskan oleh 33 orang dengan masing-masing membawa keris, dua orang membawa tombak, dan satu yang bertugas sebagai Pre Kulit membawa Pedang Sudamala,” ungkapnya.
Jajan berbentuk kerbau tersebut, kata Sudarsana sebelum digunakan dalam Tari Kebo Dongol akan dihaturkan di Madya Mandala tepatnya di pelinggih Ratu Nguug Jagat. Kemudian untuk Pedang Sudamala akan diupacarai di Pelinggih Sang Hyang Pasupati yang berada di Utama Mandala. “Nantinya jajan kerbau yang merupakan simbol Predana dan Pedang Sudamala sebagai simbol Purusa akan dipertemukan di Ngubeng Mandala,” ujarnya.
Lebih jauh diceritakan, jajan kerbau akan ditusuk menggunakan Pedang Sudalama, pada saat itu para penari akan mengalami trans, masyarakat yang mengikuti prosesi ini sesekali akan mesuryak. Setelah ditusuk jajan seberat tiga kilogram itu akan diperebutkan oleh masyarakat untuk dimakan.
“Maknanya itu simbolik dalam kehidupan kita harus berusaha dengan keras untuk memperoleh penghidupan,” ucapnya.
Diterangkan, Aci Kebo Dongol ini memiliki makna untuk mensejahterakan atau nyomia Bhuta Kala. Namun, yang dimaksud Bhuta Kala disini adalah kekuatan-kekuatan negatif yang ada dalam tubuh masyarakat. Sehingga dalam Aci Kebo Dongol ini ditujukan untuk menetralisir kekuatan negatif menjadi kekuatan positif. “Tujuan upacara ini untuk mengarahkan untuk hidup kebersamaan, tidak memandang status sosial apapun,” pungkasnya. (Parwata/balipost)