IGN Jaya Negara. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Salah satu persoalan yang dihadapi Denpasar ke depan, yakni pemanfaatan ruang yang semakin sesak. Akibat tingginya pertumbuhan jumlah penduduk.

Banyak lahan pertanian kini berubah menjadi kawasan permukiman. Ruang terbuka hijau yang semakin menipis harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Denpasar, selain permasalahan sampah dan transportasi.

Belum lama ini, Pemkot Denpasar telah melakukan revisi terhadap Perda No 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar. Lalu, seperti apa komitmen Pemkot Denpasar dalam menata wilayahnya 20 tahun ke depan?

Kota Denpasar sebagai Ibukota Provinsi Bali yang juga merupakan kota inti Sarbagita memiliki posisi yang sangat strategis sebagai pusat pelayanan wilayah Bali bagian selatan. Juga, peran yang sangat penting dalam perwujudan pengembangan wilayah,  pusat pertumbuhan perekonomian Bali serta menjadi pusat pengembangan infrastruktur skala regional maupun nasional.

Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara menyadari pesatnya perkembangan pembangunan di Kota Denpasar. Karena itu, haruslah disaring melalui nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang dimiliki agar proses pembangunab dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat tanpa menimbulkan degradasi lingkungan.

Ruang secara umum merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak dapat diperbaharui, yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai satu kesatuan ruang, dalam tatanan yang dinamis sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana untuk mewujudkan Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Hal ini selaras dengan Visi Pembangunan Kota Denpasar yaitu Kota Kreatif Berbasis Budaya Menuju Denpasar Maju (Makmur, Aman, Jujur dan Unggul). Oleh karena itu, tujuan penataan ruang dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar tahun 2021-2041 adalah mewujudkan ruang Kota Denpasar yang produktif, aman, nyaman, dan berkelanjutan sebagai pusat kegiatan nasional berbasis budaya dan kota kreatif yang dilandasi Tri Hita Karana.

Baca juga:  Melawan, Pelaku Curanmor dan Penipuan Ditembak Kedua Kakinya

Sementara itu, anggota DPRD Denpasar, I Made Sukarmana, SH., mendukung terbitnya Perda RTRW yang baru, karena sejalan dengan tuntutan perkembangan kondisi di lapangan. “Pemerintah Kota Denpasar harus berani melakukan seleksi secara ketat terhadap pengembang agar jangan sampai alih fungsi terus berkembang,” ujar politisi Demokrat ini.

Sukarmana berharap pengembangan Kota Denpasar ke depan harus tetap mengacu pada Perda RTRW yang telah ada. Perda ini menjadi acuan dasar dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, sehingga mampu menciptakan kesejahteraan bagi warganya.

Dalam penerapannya di lapangan, Sukarmana memandang perlu segera dibuatkan Perwali tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menjabarkan Perda RTRW yang sudah ada. Karena dengan RDTR ini juknis pelaksanaan Perda RTRW ini bisa terealisasi.

Pemanfaatan Ruang

Luas wilayah Denpasar keseluruhan adalah 127,78 km2 atau 2,18 % dari luas wilayah Provinsi Bali. Posisinya yang sangat strategis, menjadikan Kota Denpasar tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga wajah masa lalu sebagai kota kerajaan, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan menjadikan Denpasar menjadi kota plural dan multietnik. Dalam pertumbuhannya Denpasar telah menjadi kota aneka fungsi, seperti pusat pemerintahan,  pendidikan, kesehatan, perdagangan, perumahan,  dan pariwisata.

Baca juga:  Atasi Kemacetan, Gubernur Koster Rancang Kantong Parkir dan Jalan di Pelabuhan Sanur

Pengamat tata ruang yang juga guru besar FT Unud, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si. menyebutkan, laju pembangunan di Kota Denpasar melesat dengan cepat memangsa lahan wilayah perkotaan melebihi percepatan yang terjadi di wilayah kabupaten lainnya di Bali. Dinamika perkembangan pembangunan tersebut dikhawatirkan mendegradasi perbandingan ruang terbangun dan tidak terbangun yang telah ditetapkan yaitu 60% : 40%.

Bahkan yang sangat strategis adalah menurunnya jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau kota yang ditetapkan oleh Undang-Undang seluas 30%. Tidak kalah pentingnya adalah pertumbuhan jumlah penduduk akibat kelahIran maupun perpindahan berakibat pada semakin saratnya beban kota Denpasar kini dan mendatang yang terlihat dari kepadatan penduduk/km2, kemacetan, kawasan kumuh, kemacetan, timbulan sampah, kebutuhan air bersih, banjir, dan lainnya.

Di samping itu hendaknya persoalan kesehatan (Covid-19, Demam Berdarah) dan penyakit menular lainnya serta penyakit sosial akan menjadi ikutan. Dampak-dampak tersebut, suka tidak suka, mau tidak mau akan menjadi permasalahan Kota Denpasar mendatang.

Bahkan, Denpasar akan terdampak pula oleh alam seperti perubahan iklim, gempa bumi, tsunami dan sebagainya. Dikatakan, seandainya saja tidak terjadi pandemi Covid-19 semenjak hampir dua tahun lalu maka laju pertumbuhan pembangunan yang memangsa ruang di Kota Denpasar akan semakin marak dan tidak terkendali.

Baca juga:  Pungli Fast "Track" Imigrasi Bertolak Belakang dengan Pariwisata Berkualitas

Pandemi yang mengubah tatanan kehidupan (dinamika sosial) dan penghidupan (dinamika perekonomian),  erakibat pada lesunya pembangunan yang berakibat pada semakin terkendalinya pemanfaatan ruang, dengan  beragam dampaknya. “Kejadian ini dapat dijadikan renungan sekaligus refleksi untuk menata tata ruang Kota Denpasar mendatang,” harapnya.

Bila dalam lima tahun ke depan (2026) jumlah penduduk Kota Denpasar mencapai satu juta jiwa, maka dari sudut jumlah penduduk, Kota Denpasar termasuk katagori kota metropolitan sekaligus kota besar. Dengan kata lain adalah bahwa persoalan tata ruang sampai dengan tahun 2026 mendatang adalah persoalan tuntutan, kepentingan dan kebutuhan kota metropolitan.

Ketika itu berlangsung persoalan kota kian rumit dan saling silang pengaruh dan akibat. Yang jelas masyarakat akan semakin individualistik dan egosentris. “Ketika itulah ibu kota akan kian kejam, lebih kejam dari ibu tiri,” ujarnya.

Percepatan pembangunan seharusnya tidak membuat keterlenaan akan peningkatan investasi atau perolehan PAD, akan tetapi yang perlu dijaga adalah kualitas lingkungan akibat perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang dari pola dasar pembangunannya. Pengendalian tata ruang Kota Denpasar mendatang menjadi pengutamaan melalui tertib membangun disertai dengan peningkatan peran partisipasi masyarakat. “Bukankah harmoni antara ruang (kota) dengan yang menempatinya (manusia) wajib terjadi hubungan reciprocal agar pembangunan dapat berkelanjutan,” katanya. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *