DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus Omicron di Indonesia sudah mencapai 46 kasus sejak diumumkan temuan kasus pertama pada 16 Desember 2021. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam keterangan pers virtual yang disiarkan kanal Sekretariat Presiden, Senin (27/12), sebagian besar kasus Omicron merupakan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dari berbagai negara.
Ia mengakui ada satu hingga dua orang yang terpapar Omicron merupakan warga yang tidak melakukan perjalanan ke luar negeri, melainkan pekerja di RSDC Wisma Atlet yang tertular dari PPLN. “Sekali lagi, jangan berlibur dulu ke luar negeri. Kecuali pekerjaan-pekerjaan yang memaksa harus pergi,” tegasnya.
Jika hanya ingin berlibur, ia menyarankan agar ke tempat wisata domestik. Tempat wisata domestik tidak kalah cantiknya dengan lokasi wisata di luar negeri. Selain itu, lanjut Luhut yang merupakan Koordinator PPKM Jawa-Bali ini, dengan berlibur di dalam negeri juga membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.
Ia pun mengatakan akan melakukan pengetatan karantina bagi PPLN untuk mencegah kebocoran yang terjadi di Bandara. Diperkirakan akan terjadi lonjakan kedatangan PPLN dalam kurun waktu hingga akhir Desember ini. “Pemerintah, dalam hal ini melakukan koordinasi cepat, di antaranya dengan melakukan evaluasi kesiapan Bandara Juanda sebagai alternatif pintu masuk dan pemenuhan kebutuhan logistik seluruh PPLN yang melakukan karantina di wisma,” jelasnya.
Luhut mengatakan jumlah tambahan kasus COVID-19 secara nasional masih menunjukkan tren yang rendah. Sudah 164 hari sejak puncak kasus pada 15 Juli lalu, nasional mencatatkan tren kasus yang rendah per harinya. “Hingga saat ini belum terlihat adanya indikasi peningkatan kasus akibat gelombang Omicron. Tingkat perawatan di rumah sakit dan tingkat kematian masih menunjukkan tanda-tanda yang sangat terkendali,” ungkap Luhut.
Namun, ia mengungkapkan pemerintah tetap super hati-hati dan waspada dalam melakukan monitoring penanganan COVID-19 hingga kabupaten/kota. Disebutkannya, pengetatan aktivitas masyarakat akan diberlakukan jika ada lonjakan kasus pada treshold yang sudah disepakati. Namun, hal itu juga menimbang jumlah tingkat perawatan di RS dan kematian. “Kita bekerja berdasarkan data,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)