Suasana sidang virtual kasus dugaan gratifikasi dan TPPU yang menjadikan mantan Sekda Buleleng, Ir. Dewa Ketut Puspaka (DKP) sebagai terdakwa berlangsung Selasa (28/12). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang kasus dugaan gratifikasi dan TPPU yang menjadikan mantan Sekda Buleleng, Ir. Dewa Ketut Puspaka (DKP) sebagai terdakwa berlangsung Selasa (28/12). Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan aliran dana dugaan gratifikasi itu, salah satunya pada I Made Mahayastra yang kini menjabat Bupati Gianyar.

Terkait sejumlah nama penerima transferan dana itu, Kasiintel Kejari Buleleng, Agung Jayalantara, Rabu (29/12) memberi sinyal akan memanggil mereka untuk bersaksi. Hanya saja siapa yang bakal duduk di kursi panas, JPU belum mau membocorkannya. “Intinya ada si penerima aliran dana transferan yang bakalan kami panggil dan periksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Denpasar,” ucapnya.

Apakah saksi itu termasuk Mahayastra dan Made Chandra Berata yang merupakan mantan atlet terkenal dari Buleleng itu? Agung Jayalantara tidak mau berandai-andai dan berasumsi. “Kita ikuti persidangan. Nanti dari fakta di sana, kita akan melihat siapa saksi yang mesti didengar kesaksiannya,” kata Jayalantara.

Baca juga:  Sidang Puspaka, Mantan Plt. Bupati Buleleng Dicecar Rencana Bandara Bali Utara

Sebagaimana dakwaan JPU Agus Eko Purnomo dkk., dalam proyek pembangunan terminal penerima dan distribusi LNG Celukan Bawang, investor mengaku sudah mengeluarkan uang Rp 1.826.060.000. Dipakai pembayaran jasa konsultan atas pengurusan ijin, senilai Rp 725 juta. Sisanya Rp 1.101.060.000 atas perintah terdakwa DKP, ditransfer ke sejumlah rekening.

Rinciannya, rekening Bank Mandiri atas nama I Made Mahayastra sebesar Rp 300 juta, dengan satu kali transaksi pada 5 Maret 2015, Rp 25 juta ke rekening Bank Mandiri atas nama Made Chandra Berata dan kepada terdakwa DKP uang tunai Rp 776.060.000. Uang tunai, kata jaksa dalam dakwaanya, diserahkan dua kali. Pertama di sebuah hotel di Singaraja dan kedua di rumahnya di Jalan Kumbakarna, Bakti Seraga, Buleleng.

Baca juga:  AHM Oil Kemasan Baru Dilengkapi QR Code

Selain itu, dalam dakwaan jaksa juga terungkap soal nilai sewa lahan Rp 25 miliar di Yeh Sanih selama 40 tahun dengan luas lahan 58 ha. Namun seiring perjalanan dilakukan adendum, dan pada 2018 dikakukan penandatanganan sewa.

Dalam pembayaran, sebagaimana dakwaan JPU, pihak investor transfer dana Rp 2 miliar sebanyak dua kali, yaitu Rp 700 juta dan 1,3 miliar. Lagi-lagi di sini nama Made Chandra Berata ikut dibaca oleh JPU sebagi penerima transferan Rp 1,3 miliar.

Baca juga:  Ini, Kronologis Penangkapan Perampok Wanita Jepang

Ada pula anggaran urus sertifikat yang dikirim ke saksi Made Sukawana Adika sebesar Rp 150 juta. Total biaya sewa lahan di Yeh Sanih yang sudah dibayar investor sebanyak Rp 12,5 miliar. Jaksa juga mengatakan tidak ada uang yang diterima oleh pihak desa adat, sehingga desa adat merasa dirugikan.

“Bahwa sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih tersebut merupakan cara pemaksaan oleh terdakwa kepada investor. Investor tidak bisa menolak karena sedang mengurus perijinan LNG. Terdakwa saat itu menjabat sebagai Sekda Buleleng,” beber jaksa di hadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti. (Miasa/balipost)

BAGIKAN