BANYUWANGI, BALIPOST.com – Nelayan di pesisir Muncar, Banyuwangi memiliki ritual kuno untuk menghindari paceklik ikan. Mereka menggelar upacara Larung sesaji di selat Bali. Tradisi turun temurun ini dikenal dengan istilah petik laut. Seperti digelar, Kamis (5/10), ribuan nelayan memadati pelabuhan setempat untuk mengikuti prosesi ini.
Hari masih pagi, namun pelabuhan pelelangan ikan sudah dibanjiri warga. Berjubel mendekati perahu yang berjejer rapi. Menjelang siang, ritual petik laut dimulai. Prosesi diawali mengarak sesaji, dari rumah tokoh nelayan setempat ke lokasi pelelangan ikan.
Sesaji yang diarak ini terdiri dari berbagai makanan khas Jawa dan Madura. Ada juga aneka sayuran dan buah-buahan. Lalu, kepala kambing yang dihiasi pancing emas.
Selama arak-arakan, sejumlah tokoh warga berpakaian ala sakera, khas adat Madura. Tiba di lokasi pelelangan ikan, sesaji yang ditempatkan di atas perahu kecil ini diberikan upacara, dipimpin sesepuh nelayan. Setelah itu, sesaji yang dikenal dengan istilah gitik ini diarak menuju perahu. Warga kembali berjubel melihat dari dekat.
Sesaji ini dibawa oleh perahu yang dipilih berdasarkan musyawarah para nelayan. Di atas perahu, puluhan nelayan ikut mengiringi. Tak hanya perahu sesaji, puluhan perahu lain ikut berlayar mengikuti Larung sesaji. Sekitar 30 menit berlayar, sesaji dilarung, persis di tengah-tengah perairan Bali dan Jawa, tepatnya di ujung timur semenanjung Sembulungan.
Sebelum sesaji dilarung ke laut, sesepuh nelayan kembali memanjatkan ritual. Di sela larung sesaji, tarian Gandrung, khas budaya Banyuwangi ikut di pentaskan di atas perahu.
Begitu sesaji dicemplungkan ke laut, para nelayan ikut menceburkan diri ke air. Mereka mengambil air laut, lalu menyiramkan ke perahu masing-masing. “Ini sebagai simbol perahu kita diberikan berkah, sehingga terhindar dari paceklik,” kata M. Untung (50), salah satu nelayan disela prosesi larung sesaji.
Pria ini menuturkan, setelah upacara petik laut, para nelayan berharap tangkapan ikan akan melimpah. Sebab, nelayan setempat yang jumlahnya ribuan hanya menggantungkan hidup dari laut. “Biasanya, setelah petik laut, tangkapan ikan akan melimpah. Sekarang memang sedang sepi ikan,” tuturnya.
Karena itu, kata dia, nelayan Muncar selalu rutin menggelar upacara petik laut setiap bulan Muharam atau Suro dalam penanggalan Jawa.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Banyuwangi, H. Hasan Basri mengatakan petik laut tak sekadar ritual memohon berkah bagi para nelayan. Namun, menjadi agenda pariwisata tahunan di Banyuwangi. Sebab, prosesi petik laut di Muncar terbilang sangat besar dan meriah. “Kegiatan ini memang momen pestanya para nelayan setiap tahun. Harapannya, hasil tangkapan ikan akan terus melimpah,” ujarnya.
Tahun ini, kata dia, ritual petik laut diisi dengan lomba hias perahu dan aksi bakar ikan massal. Harapannya, Muncar yang dikenal dengan penghasil ikan akan menjadi destinasi wisata baru di Banyuwangi. “Nelayan kita tetap mempertahankan cara tradisional. Ini yang menjadi ciri khas di Muncar,” pungkasnya. (Budi Wiriyanto/balipost)