Gus Teja. (BP/win)
KETENARAN nama dan karya Gus Teja sudah tidak diragukan lagi. Tidak hanya di Bali dan di Indonesia, namun sang maestro alat musik tradisional suling ini juga sudah mendunia.

Selama menjalani karirnya di dunia musik, pria kelahiran Junjungan, Ubud ini telah menemukan jiwanya untuk berkarya serta menciptakan instrumen untuk meningkatkan gairah akan suling.

Terbukti, selama karirnya ia telah mengoleksi 3 world Musik Album terbaik, diantaranya bertajuk Rhythm of Paradise (2009), Flutes for Love (2011), dan Ulah Egar (2015). Dan kini setelah terakhir kali mengeluarkan album dua tahun lalu, pada Kamis (5/10) lalu ia kembali merilis album keempatnya yang berjudul “Sundara”.

Ditemui disela-sela pernampinannya pada saat mengisi acara Gema Perdamaian XV, Sabtu (7/10) malam, Gus Teja mengatakan album “Sundara” dalam bahasa Sansekerta yang berarti indah terinspirasi dari perjalanan hidupnya sebagai orang biasa, musisi, seorang ayah, dan juga seorang suami untuk istrinya tercinta. Lewat album tersebut, pemilik nama lengkap Agus Teja Sentos ingin menyebarkan perasaan sejuk dan damai dari hasil suara suling. Sebab, album tersebut menceritakan tentang keindahan hati, alam dan dunia. “Lewat album ini saya ingin menjadi orang berguna untuk kedamaian hati dan alam, sehingga dunia ini damai,” ujar alumni ISI Denpasar tersebut.

Baca juga:  Perupa Sikapi Keberadaan Sampah di Masa Pandemi

Album “Sundara” ini berisikan 10 lagu pilihannya. Diantaranya “Awan Putih”, “Sandikala”, “Danau Suci”, “Kidung Giri”, “Sundara”, “Journey”, “Janger”, “Nagaraja”, “Saraswati” dan “Langit Biru”.

Uniknya, kesepuluh lagunya tersebut, semua suling yang ditampilkan seluruhnya dibuat oleh Gus Teja sendiri. Pasalnya, ia lebih memfokuskan perhatiannya pada suara suling yang sudah ia kuasai sejak kecil. Secara teknis, ini merupakan karya solo pertamanya. “Pada album sebelumnya saya dibantu gamelan dan alat musik lainnya. Tetapi, di album saya kali ini saya lebih fokus memainkan suling saja,”tandas putra bungsu dari pasutri I Nyoman Kadjil dan Ni Wayan Darpini ini.

Baca juga:  Menjaga Ekosistem Seni pada Masa Pandemi

Keunikan lain dari albumnya ini, adalah dua buah lagu yang ada dalam album tersebut diciptakan oleh Master Hwang Tzue Kwang dari Taiwan. Kedua lagu tersebut berjudul “Awan Putih” dan “Langit Biru”. “Beliau adalah seorang yang sangat mencintai kedamaian dan cinta kasih,”ujarnya.

Proses pengerjaan album ini tidak dilewati dengan mudah olehnya. Banyak rintangan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Seperti harus membuat suling baru dengan ukuran yang lebih besar dari suling yang dimainkan sebelumnya. Disamping juga ia harus menjalani rekaman di dua tempat berbeda, di Bali dan Jakarta. Hal ini tentunya juga membuat Gus Teja harus kembali beradaptasi dengan sound enginer yang berbeda pula. Namun, hal itu tidak menjadi batu sandungan baginya.

Baca juga:  2.400 Warga Buleleng Buta Aksara

Dengan album ini, Gus Teja Berharap bisa memberikan sumbangsih dalam menyebarkan energi positif dalam situasi yang tengah terjadi dan dialami oleh bangsa Indonesia. Terlebih lagi, bagi para pengungsi antisipasi erupsi Gunung Agung agar selalu berdoa agar kondisi Gunung Agung cepat Ke kondisi normal. (winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *