Dr. Ir. I Dewa Nyoman Sudita, M.P. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Ir. I Dewa Nyoman Sudita, M.P.

Berkembangnya sektor pariwisata di Bali sejak era tahun 1980-an berjalan demikian pesatnya, menyebabkan di sektor ini menjadi tumpuan dalam memajukan perekonomian di Bali. Dengan berbagai infrastruktur telah dibangun oleh para investor untuk kebutuhan para wisatawan baik mancanegara maupun nusantara, menyebabkan pulau Bali sebagai destinasi wisata terkenal di mancanegara. Alam Pulau Bali yang sangat eksotis dan akar budayanya yang sangat kuat, maka pengembangan pariwisata di Bali dibangun berlandaskan pariwisata budaya, yang mampu menyumbang PDRB Bali mencapai 64%.

Akar budaya pariwisata di Bali didasari oleh budaya agraris masyarakat Bali yang diatur dalam sistem “Subak” memberikan nilai tersendiri dalam perkembangan pariwisata. Namun ironisnya semakin tahun sektor pertanian ini semakin terdegrasasi dengan berbagai entitas yang diberikan di sektor ini khususnya minat generasi muda yang terjun di sektor pertanian karena dianggap kurang menjanjikan, dan beberapa permasalahan yang ada di sektor pertanian.

Ketika program revolusi hijau yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1970-an untuk menggenjot produktivitas hasil pertanian, maka sektor pertanian menjadi titik berat pembangunan perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu berbagai infrastruktur dibangun baik research and development ataupun penyediaan tenaga penyuluh dan pendamping di setiap kecamatan dan desa dengan dibangunnya Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di setiap kecamatan.

Para tenaga penyuluh ini, secara berkala diberikan pendidikan dan pelatihan berbagai inovasi dan teknologi yang nantinya dapat didifusikan kepada masyarakat petani di pedesaan untuk dapat diadopsi dan diterapkan. Program ini ternyata dapat memberikan hasil yang sangat baik dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia, dan membawa Indonesia mampu berswasembada beras pada tahun 1984.

Baca juga:  Taksu Ekonomi

Bali sebagai daerah destinasi pariwisata utama di Indonesia, lebih terfokus pada pengembangan sektor pariwisata dan ternyata mampu meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Namun sektor pertanian mampu sebagai penyangga perekonomian Bali pada dua kali krisis yang terjadi yaitu : 1) ketika terjadinya kasus bom Bali tahun 2002 menyebabkan sektor pariwisata hancur, maka sektor pertanian mampu tetap menyangga perkonomian Bali, 2) sejak merebaknya kasus pandemic Covid-19 sejak awal tahun 2020 yang menyebabkan hancurnya sektor pariwisata dan tertekan sampai minus 7, maka perekonomian Bali masih bisa tumbuh di sektor pertanian dan menyebabkan para tenaga kerja di sektor pariwisata kembali beralih di sektor pertanian. Oleh karena itu pembangunan perekonomian Bali tidak bisa hanya mengandalkan hanya dari sektor pariwisata, maka harus juga menguatkan sektor pertaniannya.

Menyadari hal ini, maka Gubernur Bali menjelang akhir tahun 2021dalam program “Ekonomi Kertih” telah menetapkan program pembangunan Bali ke depan dengan ena program prioritas yang menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas pertama. Namun bagaimana mewujudkan keberhasilan prioritas pembangunan di sektor pertaniandi Bali, menurut penulis harus disertai dengan kebijakan “restorasi” pembangunan sektor pertanian.

Baca juga:  KDB dan Alih Fungsi Lahan

Restorasi dapat didefinikan sebagai upaya pengembalian atau pemulihan sesuatu kepada bentuk dan kondisi semula. Pengembalian atau pemulihan yang dimaksudkan di sini yaitu penguatan dan pemberdayaan fungsi dan peranan dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tersebar di semua kecamatan di Bali. Dibangunnya BPP di Indonesia termasuk di Bali adalah sebagai dinamisator dan motivator untuk berkembangnya pembangunan pertanian pedesaan, karena di masing BPP telah dilengkapi dengan sarana perkantoran yang cukup representative dan tenaga penyuluh pertanian. Ketika penulis mengunjungi beberapa kantor BPP ditemukan beberapa masalah yang cukup memprihatinkan yaitu : 1) kondisi bangunan dan ruang kantor serta lingkungan yang tidak terawat, 2) suasana dalam kantor yang terkesan sepi, 3) jumlah tenaga penyuluh pertanian sangat terbatas karena beberapa sudah memasuki masa pensiun, disatu sisi tidak ada penambahan tenaga penyuluh baru, 4) beberapa tenaga di BPP yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun masih berstatus honorer.

Oleh karena itu untuk mensukseskan program Gubernur Bali sebagai prioritas utama pembangunan Bali di sector pertanian, maka restorasi yang harus dilakukan adalah menguatkan kembali peran BPP sebagai ujung tombak dalam menggerakkan sektor pertanian dengan memperbaiki beberapa permasalahan tersebut diatas. Selain menguatkan peran dan fungsi BPP melalui perbaikan infrastruktur kantor dan penambahan tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL), maka langkah strategis lain yang harus dilakukan yaitu : memberikan pendidikan dan pelatihan secara regular para tenaga PPL sesuai perkembangan teknologi, dan hidupkan kembali peran Balai Pelatihan Penyuluh Pertanian, serta segera dibentuk Badan Penyuluh (Bapeluh) Pertanian sesuai amanat UU. No 16 Tahun 2006. Apabila kondisi ini bisa direstorasi kembali maka dapat meningkatkan kualitas sumber daya petani dan meningkatkan produktivitas, akan tetapi harus dibarengi perbaikan dalam permasalahan lainnya.

Baca juga:  Desa sebagai Basis Ketahanan Hadapi Pandemi

Beberapa permasalahan klasik yang dihadapi oleh para petani adalah pemasaran dan stabilitas harga produk pertanian, yang salah satu faktor penyebab minat generasi muda untuk menggeluti sektor pertanian semakin menurun. Menciptakan keamanan dan kenyamanan para petani dalam menjalankan usaha taninya terutama dipasca panen dan pemasaran sangatlah penting.  Oleh karena itu perlu adanya penguatan dan koordinasi yang kuat antara Dinas Pertanian dan Pangan dengan dinas  terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, serta pihak Perbankan untuk menciptakan beberapa inovasi untuk melindungi para petani. Kebijakan subsidi yang diberikan kepada para petani selama ini disektor hulu seperti subsidi sarana produksi (bibit) dan pupuk perlu dikaji dan dirubah ke subsidi disektor hilir terutama subsidi harga pemasaran.

Program, Magister Sains Pertanian-Pascasarjana Unwar

BAGIKAN