Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh I Dewa Gde Satrya

Memasuki bulan Desember ini, kunjungan wisatawan domestik (wisdom) ke Bali mengalami peningkatan signifikan. Menparekraf Sandiaga Uno pada press briefing, Senin (20/12), menyatakan saat ini kunjungan wisdom sebanyak 30 ribu orang per hari.

Pertumbuhan signifikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di antaranya, kebijakan pemerintah terkait perjalanan wisata, tingkat vaksinasi, kesiapan destinasi wisata dan semua jasa yang terkait, dan tentu saja, momentum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Memulihkan kepercayaan pasar wisatawan mancanegara (wisman) merupakan pekerjaan bersama yang harus diperjuangkan di era the new normal. Wisman lebih sulit didatangkan di tengah isu pandemi.

Mereka tipikal warga negara yang mudah diarahkan oleh pemerintahnya, tekun menggali kebutuhan informasi sedetil-detilnya dan tentu saja memiliki pengharapan yang tinggi akan suatu hal. Di ranah inilah peran wisdom menjadi sentral.

Selain sebagai penggerak roda perekonomian secara umum, pergerakan wisdom saat ini jelas dibutuhkan. Merekalah yang akan menyiarkan kabar keamanan dan impelementasi the new normal di Indonesia pada warga dunia.

Pada sesama bangsa, implementasi standar baru juga diuji dan dilatih untuk mencapai titik kesempurnaan, sembari menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia telah siap menerima tamu kembali, terutama pada 2022 ada dua even tingkat tinggi diadakan di Bali: KTT G20 dan perayaan World Tourism Day 2022.

Baca juga:  Mengelola Air Hujan Selamatkan Alam

Belajar dari pengalaman krisis finansial global yang pernah diembuskan melalui resesi Amerika Serikat, menempatkan warga bangsa sebagai penyelamat melalui perjalanan wisata di dalam negeri. Beberapa program pemerintah saat krisis global yang waktu itu diterapkan adalah BLT, BOS, Raskin, Jamkesmas, PNPM Mandiri, KUR, dan penurunan harga BBM.

Warga bangsa kelas menengah dan kelas atas diharapkan tetap berbelanja barang dan jasa produk dalam negeri sebagaimana biasanya. The new normal, seperti halnya situasi krisis global, dapat dipahami berkebalikan sebagai momentum untuk semakin memperkuat pasar pariwisata dalam negeri, baik dalam arti kita sebagai produsen maupun konsumen.

Dalam konteks ini, Kemenparekraf telah merumuskan empat genre wisata yang tumbuh di masa pandemi, disingkat menjadi NEWA (nature, eco, wellness, adventure tourism). Keempat produk wisata ini berbasiskan pada kreativitas mengelola alam untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dengan pola perjalanan dalam skala kecil dan keluarga, yang mencari destinasi wisata yang aman, nyaman dan menyehatkan jiwa raga.

Baca juga:  ”Sugihan” Jawa-Bali

Aspek penting lainnya adalah green issue yang menjadi bagian dari green tourism menjanjikan kesejahteraan bagi para pelaku usaha pariwisata. Maka, green issue yang dikemas dengan kreativitas menjadi kunci meningkatkan nilai jual green tourism di
Indonesia.

Di sini diperlukan sentuhan kreativitas dari pelaku usaha, di satu sisi green issue terkait pelestarian dan konservasi, di sisi lain pariwisata adalah sektor ekonomi yang harus menguntungkan dan berkelanjutan. Ruang implementasi kreativitas dalam produk pariwisata NEWA terlihat dua hal, pertama, desa wisata.

Sebagai destinasi yang semakin tumbuh di masa pandemi ini, wisata pedesaan terhampar sumber alam
(green) yang perlu diberi sentuhan kreatif untuk meningkatkan nilai jualnya, banyak dikunjungi dan menyejahterakan masyarakat perdesaan. Kedua, industri kreatif memiliki peluang besar mengisi kebutuhan pasar wisdom dalam mata rantai NEWA.

Pariwisata yang digerakkan oleh ekonomi kreatif ini diharapkan mendobrak kesulitan akses bagi masyarakat dengan kemampuan modal minim untuk ikut berpartisipasi dalam dunia usaha, khususnya yang terkait dengan industri pariwisata. Karena itu, momentum liburan Nataru 2021 di berbagai destinasi di Tanah Air memperluas kesempatan bagi pemain-pemain baru di kalangan kaum muda untuk tampil memberikan kontribusi dan membuktikan keunggulannya di bidang ekonomi kreatif dalam mata rantai nature, eco, wellness, adventure tourism.

Baca juga:  Jalan Panjang Reforma Agraria

Melalui moda ekonomi kreatif ini, banyak anak muda Indonesia yang kreatif memiliki peluang untuk menghadirkan jasa bermutu di bidang musik, desain, fashion, perupa, seni pertunjukan, arsitektur, kerajinan dan mode. Karakteristik ekonomi kreatif ini dekat dengan seni, karena itu amat berperan bagi pariwisata
di Tanah Air.

Dengan kata lain, mengembangkan ekonomi kreatif juga berarti mengembangkan pariwisata. Kiranya perjalanan wisdom pada momentum liburan Nataru 2021 ini menjadi modal bagi pelaku usaha dan stakeholder pariwisata di Indonesia untuk bertumbuh di 2022.

Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *