Prof. Gede Sri Darma. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tahun 2022 menjadi titik awal pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan Klungkung. PKB yang lahir dari ide brilian Gubernur Bali Wayan Koster tersebut akan terdiri dari tiga zona yaitu zona inti, zona penyangga dan zona penunjang ini dinilai menghidupkan dan menggairahkan ekonomi Bali khususnya di Kabupaten Klungkung. Demikian disampaikan tiga orang akademisi, yakni dari Undiknas Prof. Gede Sri Darma, dari Unud Dr. I Putu Anom dan dari Warmadewa, Dr. Made Sara, SE.,MP., Jumat (14/1).

Prof. Sri Darma menyebut lahan yang semula tidak produktif, berupa bekas lahan galian C, akan hidup dengan adanya Pusat Kebudayaan Bali. “PKB di Klungkung akan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Klungkung, yang selama ini tertinggal,” ujarnya.

Lokasi dibangunnya pun dinilai sangat tepat, karena akses yang mudah terutama dari Denpasar dan airport serta lahan yang tidak produktif akan menjadi berfungsi optimal. Hanya saja ia berharap, setelah PKB rampung, mesti dikelola secara profesional dengan perhitungan aspek pengeluaran dan pemasukannya. “Nantinya agar dikelola bak perusahaan terbuka (PT),” ujarnya.

Baca juga:  PKB, Perwujudan Pemuliaan Kebudayaan Bali

Akademisi Pariwisata Universitas Udayana I Putu Anom juga memberi apresiasi pada pembangunan PKB tersebut. Selain sebagai destinasi wisata baru yang mencerminkan Bali sebagai pariwisata budaya, PKB juga mengembalikan lahan terlantar dan rusak agar tidak jadi kerusakan lingkungan.

Lokasi PKB juga memilih tempat yang tepat karena berada di Jalan By-pass IB Mantra menjadi tempat yang strategis untuk dikunjungi wisatawan. Sehingga ketika wisatawan akan berkunjung ke Besakih atau destinasi wilayah Bali timur, juga sekaligus melewati PKB.

“Dari segi jalur, mudah terjangkau dan biro perjalanan mudah terjangkau untuk ke Besakih dan juga pusat kebudayaan itu akan banyak dibangun gedung dan aktivitas–aktivitas budaya sehingga para wisatawan dapat menyaksikan budaya Bali tidak hanya tarian
dan berbagai jenis budaya,” ujarnya.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Warmadewa (FEB Unwar), Dr. Made Sara, SE.,MP., mengatakan pengembangan kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) tentu didasarkan pada kajian-kajian yang matang. Jika kegiatan Pesta Kesenian Bali sudah dilangsungkan di kawasan PKB tersebut pasti ekonomi di kawasan itu akan berkembang lebih baik.

Baca juga:  DPRD Bali Beri Catatan Soal Bangun PKB, Ini Kata Sekda

Apalagi dikembangkan menjadi kawasan wisata penunjang lainnya. Sehingga tidak monoton. Terlebih
masih banyak lagi kegiatan lain yang bisa dikembangkan di sana, karena kawasan yang
dikembangkan cukup luas.

Menurut Sri Darma jika dilihat dari latar belakang
sejarahnya, Klungkung juga merupakan pusat
kerajaan pada zaman dulu sehingga dengan
dibangunnya PKB di Klungkung akan membangkitkan kembali vibrasi kebudayaan Bali kuno agar tetap hidup di masa sekarang. “Jadi sangat tepat sekali, Klungkung dijadikan Pusat Kebudayaan Bali dan menjadi ikon panggung budaya Bali di masa depan,” ujarnya.

Selain itu banyak faktor pendukung dan penyangga di sekitar PKB tersebut untuk menghidupkan wilayah tersebut menjadi pusat kebudayaan. Bahkan menurutnya saat inilah momentum yang tepat menegakkan RTRW Bali sesuai dengan potensi wilayahnya. “Jika pembangunan Pusat Kebudayaan
Bali (PKB) di bekas galian C segera dapat dirampungkan maka pemulihan atau recovery
pariwisata Bali setelah Bali menjadi zona hijau
akan terwujud dengan cepat,” ujarnya.

Event G-20 yang terus digelar sepanjang
tahun 2022 dan puncaknya pada Oktober 2022
akan menjadi ajang show case bagi Bali dengan
adanya publikasi center of Bali culture tersebut.
G-20 bisa menjadi ajang preliminary bagi Indonesia dalam memperkenalkan kekayaan yang luar biasa yang dimiliki Bali dalam aneka seni dan budaya.

Baca juga:  Sebulan Sudah, Bali Terus Laporkan Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Event PKB yang diselenggarakan berkesinambungan (bisa jadi 5 kali seminggu sesuai dengan jadwal terprogram) dapat memberikan vibrasi positif bagi Bali dan area PKB bisa hidup sepanjang hari.

Sementara itu, Anom menilai 7 unsur kebudayaan berdasarkan Koentjaraningrat di antaranya, bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem, religi dan kesenian diharapkan bisa ditampilkan di sana. “Sehingga lengkap di sana, mengenang masa lalu kini dan masa depan,” ujarnya.

Dengan kombinasi pendanaan pusat dan daerah diharapkan pengelolaan tempat tersebut dilakukan secara profesional. Terutama ada guide yang khusus menjelaskan tentang tempat tersebut. “Kelemahan jika dikelola pemerintah murni, tidak ada pemandu atau guide umum tidak menjelaskan detail tentang
tempat tersebut, sehingga perlu guide lokal yang mampu menjelaskan PKB secara lengkap,” ujarnya. (Citta Maya/kmb/balipost)

BAGIKAN