Ilustrasi. (BP/Suarsana)

NEGARA, BALIPOST.com – Kendatipun majelis desa adat (MDA) Bali dan Kabupaten Jembrana membolehkan pembuatan ogoh-ogoh, sejumlah desa adat di Jembrana memastikan tidak membuat ogoh-ogoh. Dari informasi, di Kecamatan Pekutatan ada tujuh desa adat yang memilih tidak membuat dengan pertimbangan biaya dan syarat Prokes yang cukup ketat.

Petajuh I Majelis Desa Adat (MDA) Jembrana I Ketut Arya Tangkas, Minggu (16/1/2022) membenarkan adanya sejumlah desa adat di Jembrana yang memilih tidak menggelar Ogoh-ogoh. Menurutnya alasan desa adat mempertimbangkan sisi aturan yang ketat. Khususnya syarat bebas Covid-19 yang biayanya ditanggung peserta.

Baca juga:  Disbud Badung akan Diskualifikasi Ogoh-ogoh Bernuansa Politik

MDA juga telah meminta kepada seluruh desa adat segera menggelar rapat dengan Yowana untuk memutuskan akan menggelar Ogoh-ogoh atau tidak. “Dari rapat sementara, sejumlah desa adat Kecamatan Pekutatan telah memutuskan untuk tidak membuat ogoh-ogoh. Kecamatan Jembrana dan Negara, info terakhir tetap melaksanakan. Namun bisa berubah lagi, bilamana kondisi dan situasi tidak memungkinkan,” kata Tangkas.

Terkait hal ini, MDA menyerahkan sepenuhnya ke masing-masing desa adat untuk memutuskan.

Baca juga:  Ini, Surat Edaran MDA dan PHDI Soal Nyepi

Sementara itu, Bendesa Majelis Alit Pekutatan, I Kadek Suentra, Minggu (16/1), membenarkan adanya delapan desa adat di Pekutatan yang memilih tidak membuat ogoh-ogoh menjelang hari Raya Nyepi nanti. Suentra yang juga Bendesa Asah Duren ini mengungkapkan rerata alasan meniadakan pembuatan maupun pawai ogoh-ogoh, dari faktor biaya.

Sebab untuk biaya pembuatan sudah tidak ada bantuan. Dan kalaupun meminta sumbangan di masa saat ini dirasa memberatkan Krama. Begitu persyaratan protokol kesehatan yang cukup ketat. Seperti bebas Covid-19, yang dibebankan ke peserta.

Baca juga:  Ratusan Warga Datangi Kantor Desa, Sita Jaminan di Pekutatan Ditunda

“(Sabtu) masih tujuh yang memutuskan tidak membuat ogoh-ogoh, per Minggu ini tambah jadi delapan di Pekutatan. Kemungkinan jumlah desa adat yang tidak mengadakan bisa bertambah lagi,” katanya. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN