MANGUPURA, BALIPOST.com – Menjadi petani tidak mudah. Banyak proses yang harus dilalui dan diperjuangkan untuk mencapai kesuksesan. Jatuh bangun menjadi hal biasa dalam bertani, namun usaha pastinya tidak mengkhianati hasil. Terbukti, upaya Kelompok Kopi Manik Sari yang jatuh bangun memasarkan kopi hasil pertanian mereka hingga berhasil menembus pasar internasional.
Bahkan siapa sangka, kopi yang dihasilkan Kelompok Kopi Manik Sari, Banjar Semanik, Desa Plaga, Kabupaten Badung ini menjadi salah satu pemasok kopi merk internasional yang menjadi tempat favorit anak muda di seluruh dunia.
Ketua Kelompok Kopi Manik Sari, I Ketut Sudi, menceritakan beratnya menghasilkan produk pertanian yang berkualitas hingga sesuai permintaan pasar. “Menekuni pertanian harus susah dan tidak mudah. Pertama, harus memikirkan bagaimana merawat tanaman, setelah itu bagaimana memproses hasil panen. Belum lagi memasarkan,” tuturnya.
Pria yang telah mengabdikan hidupnya menjadi petani kopi sejak 1989 ini berhasil meningkatkan penjualan dari 15 kg per bulan, kini telah mampu ditingkatkan menjadi 500 kg per bulan. Sebelum memiliki pasar sendiri, kopi yang dihasilkan dijual ke penebas dalam bentuk green bean. Ia menjual ke salah satu perusahaan di Singaraja dan dominan dijual oleh pengepul dari Jakarta. Oleh pengepul dari Jakarta inilah, kopinya berhasil menembus pasar high end, yaitu disuguhkan pada café kopi brand internasional.
Ketut Sudi (52) mengatakan mengolah kopi tidak serta merta bisa lakukan. Namun diperoleh dari proses belajar dan pelatihan. “Saya sempat mengikuti pelatihan di Jember, Brastagi dan beberapa wilayah lain dan saya praktekkan di sini. Akhirnya bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sudi menuturkan, sejak awal leluhurnya memang mewariskan pertanian. Sehingga sebagai generasi penerus, ia juga menekuni usaha pertanian, khususnya kopi. Dengan mengetahui potensi di Desa Semanik, sebagai tempat yang cocok menanam Kopi Arabica, maka ia bersama 126 orang petani kopi lain menghimpun diri dalam bentuk klaster kopi dengan luas kebun kopi 160 ha.
Sebelum memiliki pasar sendiri, kopi yang dihasilkan dijual ke penebas dalam bentuk green bean. Ia menjual ke salah satu perusahaan di Singaraja dan dominan dijual oleh pengepul dari Jakarta. Oleh pengepul dari Jakarta inilah, kopinya berhasil menembus pasar high end, yaitu disuguhkan pada café kopi brand internasional.
“Untuk bisa sampai kesitu (pasar internasional) harus dimulai dari pemetikan, yakni harus petik merah, setelah dipetik ada penyortiran, difermentasi selama 24 jam dan dijemur di greenhouse, jadi untuk menghasilkan yang bagus prosesnya panjang,” katanya.
Kelompok Petani Kopi yang di inisiasi oleh I Ketut Sudi, mampu memberdayakan petani sekitar, memberikan kesejahteraan dan membuat Desa Semanik, Plaga dikenal luas sebagai salah satu pusat pertanian kopi di Bali. Hal tersebut tidak lepas dari solidnya anggota kelompok petani yang ingin daerahnya semakin maju dan berkembang dengan memanfaatkan SDA yang ada.
“Saya sangat berterima kasih kepada Bali Post yang telah memberikan penghargaan Bali Brand. Ini sebagai support kami sebagai petani kopi agar terus dapat berkembang,” katanya. (Parwata/balipost)