Yajamana/Wiku Dang Acarya, Ida Pedanda Tembau Griya Aan, Banjarangkan, Klungkung dengan sejumlah sulinggih, Panglingsir Puri Ubud, Panglingsir Puri Peliatan serta sejumlah Prajuru Desa Adat Ketewel, di Pura Payogan Agung, Selasa (18/1). (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Desa Adat Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar menggelar Karya Agung Panca Walikrama, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung Mapeselang. Karya agung ini dilangsungkan di Pura Payogan Agung, Desa Adat Ketewel.

Serangkaian karya agung sudah mulai digelar dan puncak karya akan berlangsung pada Rabu (30/3). Sulinggih yang dipercaya sebagai Yajamana Wiku Dang Acarya, yakni Ida Pedanda Tembau Griya Aan, Banjarangkan, Klungkung.

Saat puncak karya akan di-puput tujuh Ida Pedanda. Sementara biaya Karya Agung Panca Walikrama ini mencapai Rp 5 miliar bersumber dari dana LPD
Desa Adat Ketewel. Bahkan saat Tawur Panca Walikrama pada Jumat (25/1) akan di-puput
22 Ida Penanda.

Bendesa Adat Ketewel, I Wayan Ari Suthama, S.H.,
didampingi I Wayan Arthana, S.H. mengatakan, karya agung ini mengacu kepada purana yang ada. Karya sejenis sudah pernah digelar sejak zaman kerajaan bahkan beberapa kali.

Baca juga:  Banjar Gelogor Gelar Pemelaspasan Bale Gede

Dikatakan, berdasarkan purana tersebut, di 2022 ini kembali digelar karya agung, di samping juga untuk mengusir wabah Covid-19 yang hingga kini belum
berakhir. Ari Suthama menjelaskan, karya agung ini diawali dengan upakara makeling dan majaya-jaya di Pura Payogan Agung dan Pura Kahyangan mulai
Senin (17/1), lalu di-puput Jro Mangku dan Ida Pedanda Telaga Griya Purna, Rangkan, Ketewel.

Dilanjutkan dengan upakara nanceb tungguh wewangunan serta nyukat genah berlangsung di Pura Payogan Agung, Catur Segara dan tempat tawur pedanan, tempat pamlastian, tempat pedanan, serta tempat tawur pada Selasa (18/1) di-puput Ida Pedanda Yajamana Griya Gede Aan, Banjarangkan, Klungkung, Ida Pedanda Telaga Griya Jaya Purna Rangkan, Ketewel, Ida Begawan Giri Putra Griya Saba,
Ketewel serta Panglingsir Puri Ubud dan tokoh Puri Peliatan.

Baca juga:  Desa Adat Saren Lestarikan Tradisi “Ter-teran”

Lebih lanjut dijelaskan karya agung ini sangat tepat digelar untuk mengembalikan keseimbangan alam, menjaga kesucian jagat sekala niskala. Sebelumnya pada abad 15 sempat digelar karya di Pura Payogan Agung oleh Raja Dalem Gelgel, Klungkung.

Sedangkan di abad 16 digelar oleh Raja Mengwi, Badung, abad 17 oleh Raja Peliatan dan Dalem Sukawati. “Sekarang setelah sekitar 250 tahun baru
kita kembali menggelar karya agung di Pura Payogan Agung,” katanya.

Dikatakan, rangkaian kegiatan karya agung terus dilaksanakan hingga puncaknya pada Jumat (25/1) mendatang yakni Tawur Panca Walikrama dipusatkan di Pura Payogan Agung yang di-puput 22 sulinggih. Karya agung akan berakhir pada Rabu (13/4) dengan kegiatan Nyegara Gunung bertempat di Pura Goa Lawah dan Suan Kalingga dipuput Ida Pedanda Telaga Griya Jaya Purna Rangkan Ketewel.

Baca juga:  Desa Adat Apuan, Desa Budaya yang Menyimpan Kekayaan Bali

Sebelum karya, dilakukan perbaikan-perbaikan, renovasi sejumlah palinggih pura dengan menghabiskan dana mencapai Rp 2,5 miliar bersumber dari dana LPD. Sementara karya agung ini dianggarkan Rp 5 miliar bersumber dana hasil usaha LPD, hasil laba pura, sumbangan ngapling tanah dan
dana punia. Menariknya warga Desa Adat Ketewel dengan 1.554 KK dengan 11 banjar adat itu tidak dikenakan biaya atau tidak dikenakan urunan. (kmb/balipost,)

BAGIKAN