Ilustrasi seismograf. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bakal kembali memasang tujuh seismograf dan satu GVS tambahan untuk memantau perkembangan Gunung Agung yang sampai saat ini masih berada di level awas. Ketujuh seismograf dan satu GVS tambahan itu, bakal dipasang di zona aman di luar radius 12 kilometer.

Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, Sabtu (14/10), menjelaskan, sejauh ini pihaknya telah memiliki sembilan seismogtaf yang sudah dipasang dan alat penunjang lainnya untuk memantau aktifitas Gunung Agung. Kata dia, seismograf yang dipasang fungsinya sama.

Baca juga:  Di TPS Rai Mantra, Koster-Ace Dapat 50 Suara

Begitu juga GVS hampir sama dengan tiltmeter yakni untuk mengetahui deformasi atau kembang-kempis gunung. “Untuk penempatan ketujuh seismograf dan GVS ini semuanya akan dipasang di luar zona berbahaya. Sementara alat yang sudah dipasang semuanya berada di lereng Gunung Agung,” ungkap Kasbani.

Untuk kegempaan, kata Kasbani, gempa vulkanik yang terjadi masih cukup tinggi. Apalagi sebelumnya sempat terjadi gempa tremor nonharmonik. Ini mengindikasikan aktivitas vulkanik Gunung Agung semakin meningkat.

Termasuk gempa terasa juga kembali muncul. Mengingat sebelumnya sempat tidak ada. “Ya untuk gempa terasa juga kembali terjadi,” jelasnya.

Baca juga:  Seorang Anggota Keluarga Positif COVID-19, 8 KK di Desa Ayunan Dites Swab

Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana menjelaskan, pemasangan tambahan alat seismograf dengan daya jangkau  pemantauan yang lebih luas. Kata dia langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi jika terjadi hal-hal terburuk terhadap alat yang dipasang di lereng Gunung Agung.

Karena, menurut Syahbana, tambahan seismograf memang sangat penting ketika Gunung Agung benar-benar erupsi. Sebab, kalau terjadi letusan, pihaknya mengindikasi kemungkinan alat yang dipasang di lereng Gunung Agung bisa mengalami kerusakan.

“Kita memang tidak bisa memastikan kapan akan terjadinya erupsi dan seberapa besar letusannya. Sehingga misalnya terjadi hal yang tidak diinginkan, kita masih tetap bisa memonitor aktivitas gunung agung,” jelasnya.

Baca juga:  Perayaan Nataru, Bandara Ngurah Rai Antisipasi Lonjakan COVID-19 hingga Ancaman Teror Bom

Dia menjelaskan, pihaknya juga masih memiliki alat yang belum dipasang yakni Infrasonik. Kata dia alat itu baru akan digunakan ketika dalam keadaan darurat.

Artinya alat yang dipasang semuanya rusak baru akan memakai alat ini. “Kalau alat semua rusak pas gunung meletus apa yang kita pakai untuk memantau itu. Makanya kita siapkan alat ini. Sehingga tetap kita bisa pantau Gunung Agung,” jelas Syahbana. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *