Prof. Wiku Adisasmito. (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Kenaikan kasus COVID-19 nasional saat ini sudah jauh melebihi puncak pertama. Bahkan diprediksi jumlah kasus ini sudah mendekati puncak kedua. Demikian dikemukakan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengingatkan bahwa kondisi saat ini harus disikapi dengan kewaspadaan tinggi dan disiplin protokol kesehatan (prokes) ketat. Pemerintah Daerah juga diminta cepat tanggap menyikapi kondisi saat ini.

Membandingkan dengan pengalaman sebelumnya, dimana puncak pertama kasus mingguan tertinggi sebesar 88 ribu kasus. Dibandingkan kenaikan di minggu lalu, penambahan kasus positif melebihi 170 ribu kasus, atau hampir 2x lipatnya.

Sementara dibandingkan lonjakan kedua, penambahan kasus saat ini setara pada akhir bulan Juni 2021, atau setengah dari puncak lonjakan kasus kedua. Pada masa lonjakan kedua, peningkatannya sejak awal Mei, atau butuh 8 minggu untuk mencapai kondisi kasus yang setara dengan saat ini.

“Sementara penambahan kasus saat ini, hanya dicapai dalam waktu 3 minggu saja, atau 2,5 kali lebih cepat dibanding lonjakan kedua,” papar Wiku.

Saat ini, seluruh provinsi di Indonesia mengalami kenaikan kasus dengan besaran yang berbeda. Namun, lebih dari 90% penambahannya disumbangkan provinsi-provinsi di Jawa dan Bali.

Baca juga:  Epidemiolog Ungkap Rahasia Pengendalian Pandemi Covid-19 di Indonesia

Rinciannya, DKI Jakarta bertambah 44 ribu kasus, Jawa Barat 28 ribu kasus, Banten 15 ribu kasus, Bali 7.500 kasus, Jawa Timur 7 ribu kasus, Jawa Tengah 3.500 kasus dan DI Yogyakarta 1.000 kasus.

Bahkan penambahan pada 3 provinsi ternyata sudah melampaui kasus harian pada puncak gelombang kedua. Yaitu DKI Jakarta kasus hariannya mencapai 15.800 kasus, Banten 4.800 kasus, dan Bali 2 ribu kasus.

Selanjutnya, yang perlu menjadi kewaspadaan pada saat kasus mulai meningkat adalah tingkat perawatan di Rumah Sakit. Dalam hal keterisian tempat tidur (BOR), per 7 Februari 2022, persentase BOR nasional adalah 24,77 persen.

Dengan demikian, terdapat 4 provinsi yang persentase BOR-nya sudah di atas angka nasional secara berurutan yaitu Jawa Barat dengan BOR 32% dan Banten 39%. Diikuti Bali dengan BOR 45%. Terlebih lagi, di Bali terjadi tren kenaikan kasus perawatan di Rumah Sakit yang lebih cepat dibandingkan pada provinsi lainnya. Serta DKI Jakarta, dengan angka keterisian tempat tidur yang bahkan sudah melebihi 60% dan berada pada angka 66%.

Baca juga:  Cegah Meluasnya Omicron, Satgas COVID-19 Optimalkan Tanggap Darurat

Pemerintah juga telah menyusun strategi dalam menangani naiknya tingkat perawatan akibat COVID-19 dengan pengkategorisasian perawatan berdasarkan gejala pasien. Pasien tanpa gejala dan gejala ringan dapat menjalani isolasi baik mandiri maupun di fasilitas terpusat seiring juga dengan pemanfaatan fasilitas telemedisin dengan layanan konsultasi dan obat gratis.

Sementara pasien yang tidak memenuhi syarat untuk isolasi mandiri, serta pasien dengan gejala sedang dan berat, dirawat ke rumah sakit rujukan. “Oleh sebab itu, dimohon kepada seluruh Pemerintah Daerah, terutama Jawa Barat, Banten, Bali, dan DKI Jakarta, untuk segera menyiapkan fasilitas isolasi terpusat. Serta segera mengkonversi ketersediaan tempat tidur pada RS Rujukan apabila diperlukan,” ujar Wiku.

Fasilitas isolasi terpusat penting agar pasien tanpa gejala dan gejala ringan sekalipun dapat dipantau kondisinya dan dirawat dengan baik, serta segera dipindahkan ke RS Rujukan apabila mengalami perburukan gejala. “Ingat, gejala ringan pun berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang apabila tidak segera ditangani dengan baik dan tuntas,” katanya.

Baca juga:  Tiga Daerah Ini Dominasi Hampir 80 Persen Kasus COVID-19 Baru di Bali

Di sisi lain, RS Rujukan sama pentingnya untuk menyelamatkan mereka yang lansia, komorbid, serta pasien bergejala sedang hingga berat yang memerlukan perawatan dan tindakan medis.

Disamping itu, pada angka kematian sampai saat ini masih dapat dipertahankan tetap rendah. Yaitu sebesar 244 korban jiwa di minggu terakhir. Angka kematian ini 8x lebih kecil dibandingkan dengan gelombang pertama dengan kematian sebesar 2 ribu orang, dan 24x lebih kecil dibandingkan setengah puncak gelombang kedua sebesar 6 ribu orang.

“Meskipun demikian, nyawa tetaplah nyawa yang berharga. Saya percaya, apabila kita segera menurunkan kasus, angka kematian dapat kita tekan hingga tidak ada satu pun orang meninggal,” lanjutnya.

Untuk itu, setiap dari masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab yang sama pentingnya untuk mencegah jangan sampai satu orang pun tertular. Khususnya bagi masyarakat yang berada dalam wilayah dengan kenaikan kasus yang tinggi.

“Mohon untuk tetap disiplin memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Dimohon pula untuk tidak menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menyebabkan kerumunan seperti perayaan dan acara keluarga,” pungkasnya.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *