Prof. Dr. I Made Surada, M.A. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster mencanangkan Rahina Tumpek Krulut sebagai perayaan hari tresna asih/hari kasih sayang. Hal ini telah dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan

Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi Dalam Bali Era Baru. Untuk itu, Gubernur Koster menghimbau kepada seluruh masyarakat Bali agar melaksanakan perayaan Rahina Tumpek Krulut pada Sabtu (Saniscara Kliwon, Krulut), 23 Juli 2022 mendatang secara niskala dan sakala. Langkah ini pun mendapat apresiasi dari Guru Besar Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Prof. Dr. I Made Surada, M.A., dan Budayawan Universitas Warmadewa, Dr. Drs. A.A. Gede Raka, M.Si.

Prof. Surada, mengatakan Tumpek Krulut dikenal juga dengan Tumpek Lulut. Kata “Lulut” dalam Bahasa Bali berarti jalinan/rangkaian, senang, cinta, kasih sayang. Pada Tumpek Krulut umat Hindu di Bali memuja Tuhan dalam manistasinya sebagai Dewa Iswara atau sering disebut sebagai Sanghyang Aji Gurnita.

Umat Hindu bersyukur atas terciptanya suara-suara suci/tabuh. Tetabuhan dalam masyarakat Hindu di Bali sangat identik dengan gambelan/gong. Oleh karena itu, Tumpek Krulut sering disebut dengan odalan gambelan/gong.

Sehingga, Tumpek Krulut merupakan momentum perwujudan kasih sayang terhadap alat-alat seni gamelan di Bali. Kendati demikian, perayaan Tumpek Krulut itu bukan menyembah perangkat kesenian atau alat musik. Namun, mendoakannya agar bermanfaat dalam kehidupan, baik untuk pemilik juga penikmatnya. Sebab, seni menjadi hiburan yang dapat menyeimbangkan hidup.

Baca juga:  Gong Kebyar Swara Mahardika Bali

Makna kekinian perayaan Tumpek Krulut, menurut Prof. Surada adalah kasih sayang. Sebab, kata “lulut” yang artinya senang, cinta yang bisa disejajarkan dengan makna sayang. Sehingga, makna Tumpek Krulut berdekatan dengan perayaan cinta atau kasih sayang yang ditunjukkan dengan adanya sarana “banten sekartaman” yang dihaturkan saat Tumpek Krulut. “Perayaan Tumpek Krulut merupakan bentuk ungkapan rasa sayang kepada siapa saja bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Sehingga tepat langkah Gubernur Bali, Wayan Koster mencanangkan Rahina Tumpek Krulut sebagai perayaan hari tresna asih atau hari kasih sayang,” tandas Prof. Surada, Jumat (11/2).

Dikatakan, bahwa persembahan yajña saat Tumpek Krulut jika dicermati secara mendalam sesungguhnya sebagai sarana memunculkan rasa saling asih, asah dan asuh di antara sesama manusia melalui sarana seni tetabuhan yang membuat rasa tertarik, senang, terpesona dalam kehidupan. Pemaknaan Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang dapat dianggap sebagai sebuah pemaknaan baru yang lebih segar sesuai dengan konteks zamannya.

Namun sekarang anak-anak muda kita lebih mengenal “Valentine’s Day”. “Kita di Bali sudah memiliki Tumpek Krulut, hari kasih sayang sejak zaman dulu. Hanya saja, banyak orang yang belum memahaminya. Ungkapan kasih sayang tidak sebatas pada kekasih saja melainkan semua orang tidak terkecuali. Tumpek Krulut sebetulnya telah mengimplementasikan kasih sayang kepada semua insan hidup semesta, menumbuhkan cinta universal, bahwa semua adalah saudara yang harus disayangi, vasudewa kutumbakam semua adalah saudara. Itulah warisan leluhur di Bali yang harus dilestarikan sebagai umat Hindu di Bali,” ujarnya.

Baca juga:  52 Tapakan Ratu Gde Ikuti Prosesi Katuran di Pura Natar Sari Apuan

Sementara itu, A.A. Gede Raka, mengungkap bahwa dicanangkannya Rahina Tumpek Krulut sebagai perayaan Hari Kasih Sayang oleh Gubernur Koster merupakan wujud nyata dari implementasi ajaran Agama Hindu. Sebab, Kena Upanisad sebagai salah satu dari 108 kitab Upanisad, di dalamnya ada satu kalimat yang mengajarkan bagaimana hidup di dunia ini untuk membangun rasa saling mencintai sesama manusia termasuk dengan mahluk lain, yaitu: “Brahman atman aikyam”. Dari filsafat ketunggalan antara Tuhan dan atma inilah meninspirasi lahirnya filosofi “Tat Twam Asi”, yaitu aku dan kamu hakikatnya satu atau lebih populer dengan ungkapan “saya adalah kamu”.

“Makna yang dapat disimak dari ungkapan tersebut adalah kita hendaknya hidup saling mencintai satu dengan yang lain, mengingat kita ini berasal dari satu sumber pencipta Ida Hyang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sangat tepat Bapak Wayan Koster sebagai Gubernur Bali mengeluarkan Surat Edaran yang intinya menetapkan Rahina Tumpek Krulut sebagai Hari Cinta Kasih. Untuk itu, mari kita dukung dan laksanakan perayaan Hari Tumpek Krulut sebagai Hari Cinta Kasih yang digali dari nilai adi luhung kearifan lokal Hindu,” tegasnya.

Baca juga:  Nama Bali Tak Disebut Jokowi, Ini 5 Wilayah Aglomerasi Jalani PPKM Level 3

Selain Tumpek Uye dan Tumpek Krulut, Gubernur Koster juga akan melaksanakan Perayaan Rahina Tumpek Wayang, Tumpek Landep, Tumpek Wariga, dan Tumpek Kuningan sesuai Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru. Perayaan Rahina Tumpek Wayang akan dilaksanakan pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Wayang), 5 Maret 2022, Tumpek Landep pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Landep), 9 April 2022, Tumpek Wariga pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Wariga), 14 Mei 2022, Tumpek Kuningan pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Kuningan), 18 Juni 2022, dan Tumpek Krulut pada hari Sabtu (Saniscara Kliwon, Krulut), 23 Juli 2022. Seluruh Perayaan Rahina Tumpek, yang berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi, merupakan implementasi visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Gubernur Koster berharap Perayaan Rahina Tumpek dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga menjadi laku hidup/gaya hidup/lifestyle masyarakat Bali. Perayaan Rahina Tumpek merupakan salah satu upaya yang sangat fundamental, esensial, dan strategis dalam membangun karakter, jati diri, dan kualitas kehidupan masyarakat Bali, menghadapi dinamika perkembangan zaman dan modernisasi dalam skala lokal, nasional, dan global. (Winatha/Balipost)

BAGIKAN