DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 2 Februari, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembayaran dan Persyaratan Jaminan Hari Tua. Dalam keterangan virtualnya usai ratas penanganan COVID-19, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa saat ini terdapat dua skema perlindungan bagi pekerja berupa Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Saat ini ada 2 program perlindungan pekerja dan dapat disampaikan bahwa Jaminan Hari Tua berbeda dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan,” kata Menko Airlangga, Senin (14/2).
Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada 4 Februari 2022 mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Namun banyak pihak yang memprotes pemberlakuan peraturan tersebut mulai dari serikat pekerja hingga anggota DPR, khususnya soal aturan pencairan manfaat JHT.
“Jaminan Hari Tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang, sementara Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan perlindungan pekerja jangka pendek yang juga diberikan kepada pekerja dan buruh,” jelasnya.
Terkait JHT, dirancang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi pekerja saat yang bersangkutan tidak produktif lagi atau memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia. “Manfaat JHT adalah akumulasi iuran dari pengembangan, manfaat lain yang dapat dicairkan dengan persyaratan tertentu yaitu telah mengikuti kepesertaan minimal 10 tahun dan nilai yang dapat diklaim maksimal 30 persen dari JHT untuk kredit perumahan atau keperluan perumahan atau paling banyak 10 persen di luar kebutuhan perumahan,” paparnya.
Menurut dia, dengan adanya Permenaker Nomor 2/2022 tersebut, akumulasi manfaat yang diterima pekerja akan lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun yaitu 56 tahun. “Pemerintah tidak mengabaikan perlindungan bila pekerja ter-PHK sebelum usia 56 tahun. Pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak,” urainya.
JKP, menurutnya, adalah jaminan sosial baru yang diatur dalam UU Cipta Kerja. “JKP adalah jaminan sosial untuk melindungi pekerja/buruh yang terkena PHK agar dapat mempertahankan derajat hidup sebelum masuk ke pasar kerja,” tambah Menko Airlangga.
Ia menyebut JKP adalah adalah perlindungan jangka pendek untuk pekerja karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja. “Penambahan program JKP tidak mengurangi program jaminan sosial yang sudah ada. Saya ulangi JKP tidak mengurangi manfaat perlindungan sosial yang sudah ada dan iuran JKP tidak membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran sebesar 0-46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat,” tegas Menko Airlangga.
Permenaker Nomor 2 tahun 2022 berlaku mulai 4 Mei 2022. Peraturan baru itu menyebutkan pencairan JHT bisa dilakukan sebelum masa pensiun hanya sebesar 30 persen dengan syarat.
Sedangkan untuk pencairan saldo JHT secara penuh, hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Sementara dalam aturan sebelumnya, dana pekerja yang ada di dalam program JHT dapat langsung dicairkan 1 bulan setelah tidak bekerja atau mengundurkan diri.
Menko Ekon memaparkan, pekerja/buruh yang mengalami PHK berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45 persen upah di bulan ke-1 sampai dengan ke-3 dan kemudian 25 persen upah di bulan ke-4 sampai dengan ke-6.
“Sebagai contoh, kalau mendapatkan PHK di tahun kedua, itu dengan gaji misalnya sebesar Rp5 juta, maka akan diberikan 45 persen dari Rp5 juta adalah Rp2,25 juta, dikali tiga bulan berarti Rp6,75 juta. Sedangkan bulan ke-4 sampai ke-6 adalah 25 persen dari Rp5 juta atau Rp1,25 juta, dikali tiga adalah Rp3,75 juta, sehingga mendapatkan Rp10,5 juta,” jelasnya.
Sedangkan dengan mekanisme yang lama, lanjut Menko Ekon, penerima manfaat memperoleh 5,7 persen dari Rp5 juta atau Rp285 ribu dikali 24 bulan sehingga totalnya adalah Rp6,84 juta dan tambahan 5 persen pengembangan selama dua tahun sebesar Rp350 ribu, sehingga total yang didapatkan sebesar Rp7,19 juta. Dari perbandingan tersebut, terlihat manfaat JKP lebih besar dari yang diterima berdasarkan regulasi sebelumnya.
“Secara efektif, regulasi ini memberikan Rp10,5 juta (lebih besar) dibandingkan Rp7,19 juta,” imbuhnya.
Selain itu, dengan JKP pekerja/buruh yang mengalami PHK juga memperoleh manfaat berupa akses informasi pasar kerja dan bimbingan jabatan serta pelatihan kompetensi kerja melalui lembaga pelatihan milik pemerintah, swasta, maupun perusahaan.
Lebih lanjut Airlangga menyampaikan, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal melalui Kartu Prakerja. Manfaat yang diberikan berupa bantuan biaya pelatihan untuk pengembangan kompetensi kerja meliputi skilling, upskilling, dan reskilling serta kewirausahaan.
“Ini diberikan untuk kewirausahaan dan juga bisa diberikan kepada pelaku UMKM yang terdampak (pandemi) COVID-19,” imbuhnya.
Adapun total besaran bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp3,55 juta yang terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp1 Juta, insentif pascapelatihan Rp2,4 juta atau Rp600 ribu dikali empat, ditambah insentif survei Rp150 ribu.
Ia menegaskan bahwa ke depan pemerintah akan mengintensifkan sosialisasi untuk tiga bulan yang akan dimulai hari ini. “Menteri Ketenagakerjaan akan mulai hari ini menyosialisasikan kebijakan ini secara teknis. Pemerintah akan selalu melindungi para pekerja dan masyarakat di berbagai sektor agar dapat memenuhi kehidupan yang layak sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi kita,” tandasnya. (Diah Dewi/balipost)