DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menggelar rapat koordinasi nasional penanggulangan bencana 2022, Rabu (23/2). Dengan tema “Meningkatkan Kolaborasi dan Integrasi dalam Mewujudkan Ketangguhan Bangsa Menghadapi Bencana,” rakor digelar secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor.

Rakornas yang dihadiri Presiden Joko Widodo ini, dihadiri menteri Kabinet Indonesia Maju, Guernur, Bupati/walikota se-Idonesia.

Presiden RI Joko Widodo dalam.sambutannya mengatakan, Indonesia sebagai negara yang dilingkari oleh ring of fire, dengan wilayah yang sangat luas, bencana merupakan keseharian. Indonesia termasuk 35 negara yang paling rawan risiko bencana di dunia.

Hampir setiap hari ada bencana di beberapa wilayah di Indonesia. Risiko kerugiannya, kata Presiden, juga sangat besar. Baik dalam jumlah korban, maupun jumlah material. “Oleh karena itu, penanggulangan bencana harus dilakukan secara terpadu, secara sistematik dan rencana induk penanggulangan bencana tahun 2020-2044, harus dilaksanakan dengan penuh komitmen, penuh penuh tanggung jawab. Semua harus dilaksanakan secara disiplin dan konsisten. Indonesia harus menjadi bangsa yang tangguh terhadap bencana,” kata presiden.

Sebagai salah satu pilar utama penanganan bencana, BNPB harus selalu berbenah diri. Pertama budaya kerja BNPB harus Siaga, harus antisipatif, harus responsif, dan adaptif. Budaya ini sangat penting, karena bencana ini tidak terduga, datangnya secara tiba-tiba bahkan muncul bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Baca juga:  Saat Puncak Arus Balik, Ratusan Ribu Penumpang Per Hari akan Padati Bandara Soetta

Salah satunya adalah pandemi Covid-19. “Semua ketidakterdugaan itu harus kita tangani untuk memperkecil resiko bagi masyarakat bangsa dan negara,” ucap Presiden.

Kemudian, Kedua, orientasi pada pencegahan harus diutamakan. Mengingat bencana seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi memang tidak bisa dicegah sebelumnya. Tapi, menurutnya, banyak jenis bencana yang bisa dikurangi dan dicegah sebagian seperti banjir, dengan penghijauan, dengan penanaman vegetasi.

Ketiga, infrastruktur untuk mengurangi risiko bencana harus terus ditingkatkan, dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Jalur evakuasi harus terus disiagakan, Instrumen-instrumen peringatan dini harus terus di upgrade dan di cek secara rutin. “Ini yang sering kita tidak disiplin di sini,” katanya.

Lebih lanjut kata Presiden, BNPB harus aktif mengajak seluruh aparat pemerintah pusat maupun daerah, agar semua program pembangunan harus berorientasi pada tangguh bencana. Perizinan-perizinan usaha yang dikeluarkan harus mempertimbangkan risiko bencana.

Baca juga:  Wanita Asal Tanjung Priok Ini Beri Bukti Kisah Sukses Jadi AgenBRILink

Pembangunan infrastruktur harus mengurangi bencana, bukan menambah risiko bencana. “Sering kita membangun, lupa dengan ini,” ucpanya.

Yang Kelima, bangun sistem edukasi kebencanaan yang berkelanjutan terutama di daerah rawan bencana ini penting sekali. Edukasi kebencanaan, budaya sadar kebencanaan, harus dimulai sejak dini.

Dari setiap individu-individu, dari keluarga, komunitas, sekolah sampai lingkungan masyarakat. “Agenda besar indonesia tangguh bencana ini, harus dilakukan oleh semua komponen pemerintah dan semua komponen bangsa. Kita wujudkan bangsa yang tangguh terhadap bencana,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala BNPB Suharyanto mengatakan, arti penting pencegahan dan mitigasi diwujudkan dengan program terintegrasi mulai dari kajian risiko bencana, edukasi dan literasi kebencanaan, penyiapan sistem peringatan dini yang mendukung upaya kedaruratan dan evakuasi. Masyarakat, serta penyiapan jalur dan tempat evakuasi berbasis komunitas.

Efisiensi penanganan kedaruratan bencana ditingkatkan dengan membentuk pusat logistik kawasan, seperti di Provinsi Sumatera Barat, untuk regional Sumatera, dan akan dikembangkan di kawasan lain, yaitu Banjarmasin, Sidoarjo, kupang, Gorontalo, Ambon dan Biak.

Sementara terkait kecepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, diimplementasikan melalui percontohan di Lumajang. Dalam waktu 1 setengah bulan, jumlah hunian tetap yang telah dalam proses pembangunan, sebanyak 1.175 unit dari target 2.000 unit.

Baca juga:  Badan Otorita Siap Kembangkan Sayap, Borobudur Bakal Makin Mendunia

Dari 1175 unit tersebut, 190 unit hunian tetap sudah selesai dan siap ditempati. “Kami harapkan dalam waktu dekat, masyarakat yang masih tinggal di pengungsian bisa segera menempati pemukiman yang baru, di wilayah relokasi tersebut,” harapnya.

Seperti disadari, tantangan ke depan, tidak semakin ringan dihadapkan dengan kejadian bencana yang selalu bertambah dari waktu ke waktu. Pada 2021 tercatat ada sebanyak 5.402 kejadian bencana. dengan jumlah korban meninggal sebanyak 728 jiwa, dan kerugian material tercatat lebih dari 150 ribu rumah dan lebih dari 4.400 fasilitas umum rusak berat.

Tidak hanya bencana alam, saat ini masih berada pada kondisi pandemi Covid-19. Namun Indonesia terbukti mampu mengendalikan kasus dengan tetap mempertahankan kemampuan fas litas kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. Melalui Rakornas ini, ke depan diharapkan penanganan bencana, berjalan lebih efektif, terintegrasi, dan inklusif menuju resiliensi bangsa. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *