DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, Putu Armaya mengatakan selama Februari ini pihaknya kebanjiran keluhan dari warga terkait kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Bali. Di Februari, aduannya ada 150 orang.
Ia juga menemukan adanya aduan dari konsumen terkait harga di minimarket yang cukup mahal. Menyikapi hal ini, YLPK mendorong KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) melakukan pengawasan ketat karena adanya dugaan kartel.
Instansi terkait dan penegak hukum diharapkan melakukan pengawasan dengan penegak hukum.
Jika ditemukan penimbunan minyak goreng agar segera ditindak, jangan sampai ada spekulan. Pemda melalui instansi terkait agar melakukan pengawasan lebih ketat lagi jangan sampai terjadi kelangkaan. “Cek siapa distributor, cek minimarket, cek ritel juga gudangnya. Jangan ada unsurnya kesengajaan penimbunan,” katanya, Rabu (23/2).
Armaya mengatakan perlu tindakan cepat mengatasi
kelangkaan minyak goreng. Ia meminta Pemda melalui instansi terkait menggelar operasi pasar untuk menyediakan minyak goreng dengan harga murah, jangan sampai konsumen merasa terbebani.
Adapun pasal yang bisa menjerat kesengajaan hingga terjadi kelangkaan yakni Pasal 107 Juncto Pasal 29 Ayat 1 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 Juncto Pasal 11 Ayat 2 Perpres Nomor 71 Tahun 2015
tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Ancaman hukuman dari pasal itu yakni lima tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.
Sementara itu pengusaha ritel menyebut upaya penahanan minyak goreng oleh distributor memengaruhi citra peritel. Karena minyak goreng merupakan barang lokomotif yang mampu menarik customer berbelanja ke ritel.
Jika stok minyak goreng tidak tersedia, yang rugi adalah peritel karena peritel tidak dapat menyediakan produk lokomotif yang dibutuhkan masyarakat. Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali Agung Agra Putra. “Jadi tidak ada untungnya ritel menimbun minyak goreng apalagi minyak goreng adalah produk lokomotif yang mampu menarik pengunjung untuk datang,” ujarnya, Rabu (23/2).
Adanya distributor yang menahan distribusi ke ritel tentu yang menjadi sasaran kekecewaan masyarakat adalah peritel, bukan distributor. Karena pengusaha
ritel yang langsung bersentuhan dengan pembeli.
Agung Agra menegaskan, dalam promosi minyak goreng, ritel telah diatur dalam peraturan bahwa tidak boleh melakukan bundling. Seperti mensyaratkan berbelanja tertentu dengan harga tertentu untuk bisa membeli minyak goreng. “Kalau ketentuan per customer hanya boleh membeli maksimal 2 liter itu ada,” tandasnya.
Agra menjelaskan bahwa di Bali terdapat peritel lokal dan peritel nasional. Peritel mendapatkan pasokan
minyak goreng dari distributor lokal yang juga mungkin memiliki kantor pusat di luar Bali. Sedangkan peritel berjaringan nasional bisa mendapatkan
pasokan minyak dari distributor pusatnya langsung. (Citta Maya/balipost)