Gempa magnitudo 6,9 guncang Nias Selatan, Sumatra Utara, Senin (14/3/2022). (BP/Ant)

 

JAKARTA, BALIPOST.com – Gempa bumi di Kabupaten Nias Selatan segmen Mentawai, Sumatera Barat, dengan magnitudo 6,7 pada Senin terjadi akibat aktivitas zona subduksi pada zona interface (bidang gesek bagian atas pada zona penunjaman) dengan mekanisme sesar naik low angle.

“Zona penunjaman ini terbentuk akibat tumbukan antara Lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudera Indo-Australia yang membentang di sebelah barat Sumatera,” demikian keterangan resmi Badan Geologi Kementerian ESDM yang dikutip dari kantor berita Antara, Senin (13/3).

Daerah terdekat dengan lokasi pusat gempa bumi adalah Kepulauan Batu dan Pulau Siberut. Morfologi daerah terdekat yang terlanda guncangan gempa bumi merupakan dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan.

Daerah tersebut pada umumnya tersusun oleh batuan berumur pra tersier berupa batuan metamorf, batuan berumur tersier berupa batuan sedimen dan endapan kuarter berupa endapan aluvial pantai dan sungai.

Baca juga:  Mulai 29 Juli, Nakes akan Divaksinasi Booster Kedua

Sebagian batuan berumur pra tersier dan tersier tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan kuarter dan batuan berumur pra tersier dan tersier yang telah mengalami pelapukan bersifat lunak, lepas, urai, belum kompak (unconsolidated), dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi, katanya.

Selain itu, morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan berumur pra tersier dan tersier yang telah mengalami pelapukan berpotensi terjadi gerakan tanah.

Menurut data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi sebagian besar terletak pada kawasan rawan bencana (KRB) gempa bumi menengah dan sebagian terletak pada kawasan rawan bencana gempa bumi tinggi.

Baca juga:  BRI Sediakan Funding Facility untuk PNM

Daerah lokasi pusat gempa bumi tergolong rawan tsunami. Menurut data Badan Geologi potensi tinggi tsunami di garis pantai Kepulauan Batu mencapai 5,7 meter dan Pulau Siberut mencapai 8,36 meter.

Berdasarkan atlas peta kerentanan likuefaksi yang diterbitkan Badan Geologi tahun 2019, daerah sekitar pusat gempa berada pada dua zona kerentanan likuefaksi, yaitu zona kerentanan tinggi dan sedang.

Zona kerentanan likuefaksi tinggi umumnya berada di pesisir pantai Pulau Tanahbala, Bojo, dan Mentawai bagian barat. Zona kerentanan likuefaksi tinggi dapat mengalami likuefaksi secara merata dan struktur tanah umumnya menjadi rusak parah.

Baca juga:  Waspadai Potensi Tsunami Akibat Gempa Bumi Megathrust

Badan Geologi mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat, dan tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan.

Bagi penduduk yang rumahnya mengalami kerusakan agar mengungsi ke tempat aman dan waspada terhadap gempa bumi susulan yang dapat mengakibatkan kerusakan lanjut pada bangunan.

Kejadian gempa bumi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan berupa likuefaksi, retakan tanah, penurunan tanah, dan gerakan tanah. Oleh karena itu penduduk agar waspada dengan gejala tersebut.

Penduduk diminta mewaspadai retakan tanah pada bagian atas perbukitan yang dapat berpotensi berkembang menjadi gerakan tanah dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat maupun curah hujan tinggi. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *