JAKARTA, BALIPOST.com – Kasus positif nasional turun 64 persen dari puncak dengan trennya 3 minggu berturut-turut. Ketika puncaknya, mencapai 390 ribu per minggu, kini penambahannya 140 ribu per minggu, atau turun 250 ribu kasus.
Diungkapkan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, kabar baik lainnya, penurunan terjadi di seluruh Provinsi. “Minggu lalu saja, tidak satu provinsi pun penambahannya lebih besar dari minggu sebelumnya,” tambah Wiku dalam keterangan persnya dikutip Jumat (18/3).
Sejalan itu, lanjutnya, tren kasus aktif konsisten menurun selama 2 minggu berturut-turut. Hingga kini turun 52% dari puncak yang sempat mencapai titik tertingginya 580 ribu kasus per 24 Febuari lalu.
Sementara, per 16 Maret lalu, kasus aktif 280 ribu. Namun, jumlah ini jauh lebih tinggi hingga 3,5 kali lipat dibandingkan pada 1 Februari lalu atau sebelum lonjakan kasus.
Berhasilnya menekan lonjakan kasus ini, tugas besar selanjutnya ialah penyesuaian kebijakan Pemerintah yang harus dibarengi peningkatan kesadaran masyarakat. Ealam masa adaptasi menuju masyarakat produktif dan aman COVID-19, kesadaran dan tanggung jawab setiap orang adalah kunci pengendalian kasus.
Ada 3 tanggung jawab utama yang senantiasa harus ditingkatkan yaitu, kedisiplinan protokol kesehatan 3M, kesadaran tinggi orang bergejala melakukan test COVID-19, dan kesadaran tinggi mengisolasi diri jika tidak sehat atau terdiagnosa positif.
Ia menyebutkan syarat testing tidak lagi wajib pada beberapa sektor berdampak turunnya jumlah orang yang dites. Meskipun masih menenuhi target WHO dengan jumlah orang dites per minggunya, namun angkanya turun hingga 52% dari puncak.
Sayangnya lagi, terus menurun sejak minggu ketiga Februari hingga kini. Harus diwaspadai, penurunan ini berdampak pada penurunan data kasus yang semu.
Sehingga, berpotensi meningkatkan jumlah orang positif yang tidak teridentifikasi. “Turunnya testing ini perlu menjadi kewaspadaan kita bersama. Sebab hanya dengan dites kita dapat membedakan orang positif dan tidak,” Wiku menekankan.
Maka dari itu, Wiku kembali menekankan pentingnya 3 tanggung jawab utama dan kesadaran masyarakat sebagai kunci pengendalian kasus.
Pertama, disiplin menjalankan protokol kesehatan 3M. Hal ini harus diperkuat, mengingat turunnya testing mempengaruhi kemampuan membedakan orang positif apalagi kasus tanpa gejala. Ketidaktaatan dapat menjadikan seseorang sebagai sumber penularan, apalagi terhadap kelompok rentan. Faktanya dari hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2022, menyatakan ketidakpatuhan masyarakat dengan alasan jenuh (61,2%), tidak nyaman (46%), merasa situasi sudah aman (32%), yakin tidak tertular (24,2%), tidak ada sanksi (22,7%), dan lainnya.
Padahal, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, adalah hal paling mudah, murah, dan efektif yang dapat dilakukan setiap individu. Serta dapat menjaga kasus tetap rendah dan mempertahankan produktivitas ekonomi. “Saya percaya kita bisa menjunjung tinggi kewajiban bersama tersebut, dibanding ego pribadi kita seperti jenuh, tidak nyaman, dan merasa yakin tidak tertular,” jelas Wiku.
Kedua, kesadaran tinggi untuk dites. Rendahnya angka testing saat ini akibat minimnya kesadaran masyarakat. Hasil survey BPS juga, menyatakan alasan utama masyarakat melakukan tes karena program kantor (51%), persyaratan perjalanan (38,1%), dan program tracing (23,3%). Hanya 18,7% responden karena merasa tidak sehat.
Tanpa kesadaran yang tinggi, bukan tidak mungkin orang positif berbaur dan menulari lebih banyak orang, termasuk kelompok rentan. Untuk itu, masyarakat disarankan tes COVID-19 apabila merasa bergejala, atau selepas beraktivitas dengan risiko penularan tinggi. Seperti perjalanan jarak jauh dan kunjungan ke tempat keramaian dengan interaksi intens.
Ketiga, kesadaran tinggi mengisolasi diri. Tentunya upaya bersama disiplin protokol kesehatan dan testing, akan sempurna seiring orang positif mengisolasi diri. Sayangnya, berbagai laporan media mengabarkan perilaku segelintir masyarakat tidak bertanggung jawab dan membahayakan keselamatan bersama. Salah satunya, ketiadaan testing sebagai syarat perjalanan yang dimanfaatkan orang positif bepergian.
Maka dari itu, saat ini, pengendalian kasus, keselamatan bersama, dan ketahanan produktivitas ekonomi ada di tangan setiap orang. Jadikanlah penyesuaian kebijakan sebagai penyemangat setelah 2 tahun hidup dalam situasi serba terbatas. Dan saat ini, akhirnya masyarakat dianggap mampu beraktivitas dengan aman COVID secara mandiri.
“Mari kita sadari bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan, mulai dari memakai masker, menjaga jarak atau menghindari kerumunan, mencuci tangan, serta melakukan tes dan mengisolasi diri jika positif, merupakan jaminan keberlanjutan produktivitas masyarakat. Berani jujur, sehat,” pungkas Wiku. (kmb/balipost)