Suasana di Bandara Ngurah Rai. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali menjadi daerah yang paling parah terdampak pandemi. Beban cicilan utang pengusaha Bali yang cukup tinggi perlu mendapatkan kebijakan, bahkan diusulkan untuk di-bailout. Demikian disampaikan pengamat ekonomi IGK Sandjaja Putra saat diwawancarai, Selasa (15/3) di Denpasar dimintai tanggapan mengenai solusi membangkitkan ekonomi Bali.

Bailout adalah bantuan penyelamatan yang dalam istilah ekonomi dan keuangan digunakan untuk menjelaskan situasi dimana sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah bank diberikan suatu injeksi dana
segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Baca juga:  Berlaku Mulai 1 April, Ini Syarat Terbaru PPDN Masuk Bali

Menurut mantan bankir ini, kondisi keuangan pengusaha di Bali saat ini sangat berat. “Dua tahun dilanda pandemi, pariwisata dan juga ekonomi Bali seperti mati suri. Sangat sulit dan membutuhkan waktu lama untuk pemulihannya,” kata Sandjaja yang juga mantan komisaris Jamkrida Bali.

Meskipun saat ini sudah mulai kebijakan yang memungkinkan mobilitas masyarakat berlangsung lancar termasuk membuka pintu bagi wisman, Bali menurut Sandjaja tidak akan segera pulih. Dalam situasi seperti ini, lanjut Sandjaja saatnya pemerintah yang harus agresif dalam menjembatani dengan membantu melalui lembaga-lembaga terkait.
“Misalnya, pemberian bantuan dalam bentuk keringanan kepada debitur-debitur existing berupa relaksasi, restrukturisasi dan resecheduling. Bisa dilakukan berupa bailout atas tunggakan bunga yang terjadi, bisa berupa write off atas tunggakan pokok,” tegasnya.

Baca juga:  Korban Jiwa COVID-19 Masih Bertambah, Tapi "Recovery Rate" Lebih Tinggi dari Nasional

Bailout dan write off bisa diutamakan bagi pelaku UMKM dan koperasi. “Tapi dengan catatan clear dari sisi hukum agar Pejabat Pelaksana tidak terjerat masalah hukum di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Sementara bagi pengusaha yang akan meminjam
dana atau calon debitur baru, dapat diberikan bantuan
likuiditas yang memadai dengan interest rate yang rendah. Dalam hal ini pihak bank selaku kreditur jangan terlalu besar mengambil margin/spread dari suku bunga kredit dan dengan jangka waktu agak panjang.

Baca juga:  Dua Negara di Eropa Ini Bersiap Longgarkan "Lockdown"

“Nah, saat ini adakah pemimpin yang sudah melakukan hal itu dengan meminta kepada Presiden melalui menteri-menteri terkait?” tanya Sandjaja retoris. (Winata/balipost)

BAGIKAN