Bansos
Salah satu sanggar pentas dalam lomba baleganjur yang diselenggarakan pemkab Klungkung merikahkan HUT RI ke-72. Sampai saat ini, mash banyak sanggar yang belum berbadan hukum Indonesia. (BP/sos)
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Sanggar seni di Kabupaten Klungkung didorong untuk berbadan hukum Indonesia. Alasannya, untuk mempermudah pengajuan permohonan bantuan sosial (bansos). Tak hanya itu, ditengah persaingan yang semakin ketat, pengajarnya juga harus tersertifikasi. Demikian disampaikan Kabid Kesenian Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Klungkung, I Komang Sukarya, Kamis (26/10).

Di Kabupaten Klungkung terdapat sekitar 75 sanggar seni yang tersebar di kecamatan Klungkung, Banjarangkan, Dawan dan Nusa Penida. Dari itu, tercatat baru dua yang berbadan hukum Indonesia. “Masih banyak yang belum berbadan hukum,” ungkapnya saat ditemui langsung di ruang kerjanya.

Baca juga:  Proses Penyaluran Bansos Dipertanyakan, DPRD Tabanan Gelar Raker

Ditegaskan, badan hukum ini sangat penting untuk dimiliki. Tujuannya, mempermudah pengajuan permohonan bantuan sosial ke pemerintah. Jika itu tidak ada, prosesnya akan sangat sulit, bahkan tidak akan ada peluang. “Pemerintah kan perhatian dengan sanggar seni. Ada bantuan yang diberikan. Untuk memohon itu, badan hukum ini salah satu syaratnya. Dengan ini, sanggar juga akan lebih diperhitungkan,” tegasnya.

Sejatinya, kebijakan ini sudah sempat disosialisasikan sejalan dengan terbitnya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Namun itu tak mendapatkan respon maksimal. Kemungkinan dikarenakan dianggap tak penting oleh sanggar, disamping adanya rasa enggan untuk mengurus. “Syaratnya tidak banyak. Perlu surat keterangan dari desa, akta pendirian dari notaris dan identitas pengelola,” ucap pria yang juga seorang seniman ini.

Baca juga:  Penumpang Tak Miliki Visa dan Paspor Sah, Maskapai Bayar Biaya Beban Rp 50 Juta

Menunjukkan kualitas sanggar, pengajar juga harus tersertifkasi, baik dalam pengelolaan sanggar, pemahaman secara teknis maupun teoritis. “Ini juga untuk menjadikan sanggar sebagai pendidikan non formal. Pengajar harus menguasi teknis dari dasar sampat teratas. Ini sudah disosialisasikan,” tegasnya.

Kebijakan itu mendapat respon positif dari salah satu pemilik sanggar di Desa Tihingan Banjarangkan, I Ketut Sumantra. Mantan Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini memandang dalam mengusulkan bantuan, sanggar tidak akan ada rasa canggung. Selain itu, saat terjadii persoalan, bisa memohon perlindungan kepada pemerintah. “Itu sangat positif. Sanggar tidak canggung lagi kalau mau mengusulkan bantuan,” tandasnya. (sosiawan/balipost)

Baca juga:  Masa Pandemi, Pendataan Penerima Bansos Terus Dimatangkan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *