Prof. I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam menjadikan mahasiswa memiliki soft skills dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan baik melalui integrasi ke dalam kurikulum dan kegiatan kemahasiswaan. Konsep tentang soft skills merupakan pengembangan dari konsep kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skills sendiri diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.

Sikap baik seperti integritas, inisiatif, motivasi, etika, kerja sama dalam tim, kepemimpinan, kemauan belajar, komitmen, mendengarkan, tangguh, fleksibel, komunikasi lisan, jujur, berargumen logis, dan lainnya, yang diminta oleh kalangan pemberi kerja adalah atribut soft skills. Soft skills didefinisikan sebagai “personal and interpersonal behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching, team building, decision making, initiative). Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills” (Berthal, 2003).

Melihat begitu pentingnya soft skills bagi calon-calon aktor dunia kerja dan usaha maka pengembangannya di perguruan tinggi harus dilakukan secara holistik, integratif dan menyeluruh. Pengembangan soft skills tidak hanya sekedar memberikan pelatihan atau kursus soft skills, misalnya kursus kepribadian atau teknik komunikasi saja. Perguruan tinggi idealnya mengembangkan soft skills mahasiswa  melalui kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas. Di dalam kelas bukan juga hanya sebatas memberikan mata kuliah soft skills atau kewirausahaan. Di luar kelas bisa dilakukan dengan menciptakan suasana akademis yang kondusif terhadap soft skills. Beberapa program yang bisa dicoba diantaranya adalah berbagai perlombaan yang bersifat kompetitif baik untuk mahasiswa maupun dosen; pengembangan sistem komunikasi interaktif antara civitas academika, penyedian media atau display sebagai wadah kreatifitas dan inovasi mahasiswa.

Baca juga:  Protokol Aman COVID-19 Plus untuk Bali

Mahasiswa akan menghadapi dunia kerja setelah ia lulus dari perguruan tinggi. Hal yang paling dibutuhkan pada saat itu adalah kemampuan mahasiswa dalam hard skills dan soft skills. Kondisi kerja saat ini ternyata sangat membutuhkan soft skills di bandingkan dengan hard skills. Hasil penelitian menunjukkan soft skills yang menentukan kesuksesan seseorang dalam kepemimpinan suatu bisnis. Seperti artikel pada CPA Journal yang mengemukakan bahwa 20% kesuksesan seseorang diperkirakan berasal dari intelegensia yaitu kemampuan untuk belajar dan memahami. Sementara itu, 80% sisanya berasal dari kemampuan untuk memahami diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain.

Dilema yang menimpa secara umum kalangan intansi pendidikan di Indonesia sebenarnya masalah klasik yang menumpuk. Selama ini banyak sekolah maupun Perguruan Tinggi yang idealnya sebagai pusat pengajaran yang selama ini hanya menekankan pengajaran pada keahlian dan keterampilan fisik (hard skills).

Baca juga:  Nama Gus Dur Diharapkan Dipulihkan Hingga ke Kurikulum Sekolah

Padahal waktu terjun di Dunia Usaha /Dunia Industri DU/DI banyak aspek soft skills  seperti kemampuan berkomunikasi yang baik, kejujuran, etos kerja tinggi, tahan banting dan aspek-aspek lain yang tidak diajarkan tetapi sangat berperan dalam DU/DI tersebut. Ditilik dari namanya, mahasiswa bisa diartikan perlajar yang “super”. Term “super” berarti bahwa mahasiswa merupakan pelajar yang berpredikat luar biasa karena telah menempuh jenjang terakhirnya dalam level pendidikan secara formal.

Penyisipan arti “super” atau “luar biasa” dalam memaknai mahasiswa  tidaklah terjadi secara kebetulan. Pernyataan ini bisa diperkuat dengan idealisme mahasiswa dengan adagiumnya yang terkenal, “agent of change” yang berarti pelaku perubahan. Selama ini pendidikan di Indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skills, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skills saja.

Selama ini juga disinyalir telah terjadi kesenjangan antara dunia pendidikan tinggi dan dunia kerja. Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skills seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan pada proses pembelajarannya. Proses pembelajaran dalam Kampus Merdeka merupakan salah satu perwujudan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning) yang sangat esensial.

Baca juga:  Implementasikan Kurikulum Merdeka Belajar, Disdikpora Badung Ajak Siswa SD Kunjungi Museum Pasifika

Pembelajaran dalam Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan inovasi, kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melalui kenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, permasalahan riil, interaksi sosial, kolaborasi, manajemen diri, tuntutan kinerja, target dan pencapaiannya. Melalui program merdeka belajar yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik, maka hard dan soft skills mahasiswa akan terbentuk dengan kuat, strategi untuk meningkatkan penguasaan atribut soft skills melalui kegiatan belajar mengajar serta kegiatan akademik dan non akademik (Ansar, 2018).

Kurikulum bertujuan memeratakan pendidikan dalam suatu negara. Membimbing  serta mendidik mahasiswa agar menjadi pribadi yang cerdas, berpengetahuan tinggi, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan siap masuk dalam kehidupan bermasyarakat, Pengembangan kurikulum di Perguruan Tinggi saat ini yaitu kurikulum KKNI, MBKM berbasis OBE telah  mengarah pada pengembangan soff skills, disamping aspek hard skills yang ditingkatkan dalam rangka peningkatan mutu lulusan. Sebagai mahasiswa apakah bisa meningkatkan kemampuan tersebut hanya dengan belajar dan mendapatkan IPK 4,00, tentu saja tidak. Butuh praktek dan penerapan secara kontiniu untuk mengasah soft skills-nya.

Penulis, Guru Besar Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *