DENPASAR, BALIPOST.com – Kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali didemo massa, Jumat (/4) siang. Massa yang berjumlah seratusan orang itu berorasi, menggelar atraksi ngurek, hingga menyegel kantor PHDI Bali.
Pada saat bersamaan, PHDI Provinsi Bali menggelar Lokasabha VIII dengan salah satu agenda yakni pemilihan pengurus baru periode 2022/2027 di Puspem Kebupaten Badung. Aksi bertemakan “Bali Maprawerthi” yang dikomandoi oleh Forum Komunikasi Taksu Bali ini diikuti puluhan paguyuban dan komunitas menuntut pembubaran PHDI.
Terkait aksi massa tersebut, Ketua Harian PHDI Provinsi Bali yang ditetapkan melalui Lokasabha VIII, Nyoman Kenak, mengatakan pihaknya menghargai aksi tersebut sebagai salah satu kebebasan berpendapat. Terkait desakan massa, Kenak menyebut pihaknya sangat membuka diri untuk berdiskusi demi mengakomodir kepentingan umat Hindu.
Ia bertekad bahwa di era kepemimpinannya, PHDI mampu menghadirkan solusi dari berbagai persoalan umat. Caranya dengan bersinergi bersama seluruh pihak.
Sementara itu, Ketua PHDI sebelumnya, I Gusti Ngurah Sudiana menyebut aspirasi merupakan hal yang wajar. Tentang penyegelan kantor PHDI, Sudiana menyebut akan buka oleh pihak Kepolisian. “Nanti Polisi yang buka, karena polisi yang lebih mengerti. Tidak apa, biasa saja,” ujarnya di sela Lokasabha.
Ketua umum Forum Komunikasi Taksu Bali I Ketut Wisna ST., MM., menerangkan ada 33 paguyuban. Dia juga menyampaikan ada sejumlah desakan dalam aksi tersebut, yang pada intinya mencegah agar PHDI tidak terkontaminasi paham-paham yang bertentangan dengan dresta Bali.
“Bahwa sampai saat ini PHDI masih bekerjasama dengan sampradaya asing VPA dan lainnya sehingga tubuh PHDI sebagai lembaga keumatan masih terkontaminasi dengan sampradaya asing perusak tatanan adat seni budaya Hindu di Bali dan nusantara,” demikian bunyi salah satu poin yang didesak oleh massa.
Pada poin lain, aksi ini menuntut agar PHDI untuk dibubarkan dan mendesak Pemerintah Provinsi Bali segera bersikap dengan membentuk lembaga atau majelis baru yang benar-benar bisa memberikan rasa nyaman. Sehingga umat dapat melaksakan tatanan agama Hindu sesuai dengan dresta Bali dengan kearifan lokal bersama-bersama dengan desa adat. (Winatha/balipost)