Anthonius Jimmy Silalahi. (BP/Istimewa)

Oleh : Musliha & Anthonius Jimmy Silalahi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang baru sudah mulai bekerja. Terlepas dari kegaduhan yang timbul belakangan ini akibat wacana penundaan Pemilu, jadwal Pemilu sudah dikunci. Pemilihan Presiden/Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota tanggal 14 Februari 2024. Sedangkan Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) tanggal 27 November 2024.

Ini menarik, karena untuk pertama kali dalam satu tahun yang sama dilaksanakan semua Pemilihan Umum secara bersamaan di 34 Propinsi dan 514 Kabupaten/Kota di Indonesia. Jumlah Anggota DPR yang akan dipilih nanti 560 orang, dari 77 Daerah Pemilihan.

Untuk Anggota DPD, ada 136 yang dipilih dari 34 Propinsi. Anggota DPRD Propinsi yang nanti dipilih akan bervariasi sesuai dengan kondisi Propinsinya, yakni paling sedikit 35 orang, dan paling banyak 100 orang. Sedangkan untuk Anggota DPRD Kabupaten/Kota, juga menyesuaikan dengan kondisi daerahnya, yakni paling sedikit 20 orang, dan paling banyak 50 orang.

Ditambah lagi ratusan Kepala Daerah di tingkat provinsi, kabupaten, kota. Artinya, di tahun 2024 kita harus memilih ribuan calon pemimpin, baik di eksekutif maupun legislatif.

Pertanyaannya, siapkah rakyat untuk hal itu? Siapkah para calon pemimpin untuk dipilih dan memimpin nantinya? Jangan sampai bak kata pepatah, membeli kucing dalam karung. Bangsa ini punya tantangan berat, dari mulai ujian pandemi COVID-19, pemulihan ekonomi, pertahanan negara, penguatan akar budaya dan social, alih teknologi yang super cepat, ancaman perubahan iklim, dan banyak hal lainnya. Jawabannya, kualitas pemimpin yang jadi penentu, apakah bangsa ini sanggup melewati semua ujian itu atau sebaliknya.

Baca juga:  Menggerakkan Kemerdekaan Belajar

Tipe Kepemimpinan

Dilihat dari gaya kepemimpinan, secara umum ada 5 tipe kepemimpinan. Pertama, tipe kepemimpinan otoriter, lebih dikenal dengan gaya pemimpin diktator dimana seorang pemimpin memiliki kuasa mutlak terhadap keputusan di sebuah organisasi.

Kedua, tipe kepemimpinan Demokratis, dimana gaya seorang pemimpin sangat menghargai potensi dan melibatkan anggota tim dalam pengambilan keputusan organisasi, dialog terjadi di sana.

Tipe kepemimpinan ketiga, menginspirasi (teladan langsung), yakni menggerakkan tim dengan inspiratif. Pemimpin tipe ini bisa menunjukkan visi-misi dengan jelas , memberikan semangat tim agar bisa bekerja dengan baik, keteladanan pemimpin menginspirasi tim.

Keempat, tipe pemimpin yang melayani. Tipe ini seringkali menempatkan kepentingan tim atau yang dilayani menjadi prioritas utama. Pemimpin tipe ini menggunakan komunikasi dengan hati atau rasa cenderung mengikuti apa yang dikehendaki tim, menekankan kepercayaan.

Tipe pemimpin kelima yakni situasional, gaya kepemimpinan ini mengasumsikan bahwa setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan sesuai dengan konteks atau situasi orang yang dipimpin. Model ini berangkat dari tipe kepemimpinan yang selalu adaptif mengikuti kondisi tim dan dan siapa yang dilayani.

Dalam dua dekade terakhir, beberapa ilmuwan sosial merumuskan versi teori yang lebih baru untuk menggambarkan kepemimpinan karismatik dalam organisasi (misalnya, Conger & Kanungo, 1987, 1998; House, 1977; Shamir, House, & Arthur, 1993). Ada juga tipe kepemimpinan transformasional untuk menggambarkan bagaimana pemimpin yang efektif menginspirasi dan mengubah pengikut dengan menarik cita-cita dan emosi mereka.

Baca juga:  Transformasi Digital bagi UMKM

Bass (1985) mengusulkan bahwa karisma adalah komponen penting dari kepemimpinan transformasional, tetapi dia juga mencatat bahwa seorang pemimpin dapat menjadi karismatik tetapi tidak transformasional.

Terlepas dari tipe kempemimpinan tersebut, tentunya kita sepakat bahwa pemimpin nantinya harus semakin membawa perubahan sesuai kebutuhan zaman. Dalam menerapkan perubahan, pemimpin perlu menetapkan sejumlah hal yakni menentukan apa yang harus diubah, dan memahami dinamika sistem.

Salah satu tanggung jawab kepemimpinan yang paling penting dan sulit adalah untuk membimbing dan memfasilitasi proses membuat perubahan besar dalam suatu organisasi. Perubahan besar mungkin melibatkan berbagai tujuan yang berbeda, termasuk sikap, peran, teknologi, strategi bersaing, ekonomi, dan orang.

Ketika merencanakan perubahan besar, juga diinginkan untuk mengantisipasi kemungkinan penolakan dan merencanakan bagaimana menghindari atau mengatasinya. Ada banyak alasan untuk melawan, dan perlawanan harus dilihat sebagai respons defensif yang normal, bukan sebagai kelemahan karakter atau tanda ketidaktahuan.

Dalam konteks kepemimpinan, konsep kekuasaan berguna untuk memahami bagaimana orang dapat saling mempengaruhi dalam organisasi (Mintzberg, 1983; Pfeffer, 1981, 1992). Kekuasaan melibatkan kapasitas satu pihak (“agen”) untuk mempengaruhi pihak lain (“target”), tetapi pengaruh ini telah dijelaskan dan diukur dalam beberapa cara yang berbeda berikut ini.

Kewenangan; melibatkan hak prerogatif, kewajiban, dan tugas yang terkait dengan posisi tertentu dalam suatu organisasi atau sistem sosial. Wewenang seorang pemimpin biasanya mencakup hak untuk membuat jenis keputusan tertentu untuk organisasi.

Baca juga:  Perhatian Politisi pada Rakyat

Kepatuhan instrumental; orang yang menjadi sasaran melakukan tindakan yang diminta dengan tujuan memperoleh imbalan yang nyata atau menghindari hukuman yang dikendalikan oleh agen. Internalisasi; orang yang menjadi target menjadi berkomitmen untuk mendukung dan mengimplementasikan proposal yang dianut oleh agen karena proposal tersebut tampak secara intrinsik diinginkan dan benar dalam kaitannya dengan nilai, keyakinan, dan citra diri target. Identifikasi personal; orang dengan target meniru perilaku agen atau mengadopsi sikap yang sama untuk menyenangkan agen dan menjadi seperti agen.

Tipe pemimpin seperti apa yang tepat untuk kita?
Setiap orang punya gaya kepemimpinannya, tergantung dimana dia memimpin, kapan, pengikut atau tim yang dipimpin juga mempengaruhi gaya seseorang dalam memimpin. Tidak ada gaya kepemimpinan yang ideal untuk 2024 nanti. Semua akan tergantung dimana seseorang menjadi pemimpin, dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapi.

Namun yang jelas, siapapun yang terpilih pada Pesta Demokrasi 2024 secara serentak nanti, Indonesia butuh pemimpin yang adaptif terhadap perkembangan zaman ke depan yang semakin menantang dan penuh ketidakpastian.

* Terima kasih kepada Bapak Ir. Sahala Benny Pasaribu, M.Ec., Ph.D, Dosen Pascasarjana Universitas Trilogi Jakarta, inspirator dan motivator dalam penulisan ini.

Penulis, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Trilogi Jakarta

BAGIKAN