Ratusan Umat Hindu menggelar pakelem di puncak Gunung Agung, Kamis (2/11). (BP/nan)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Pada Kamis (2/11), ratusan krama Bali menghaturkan pakelem di puncak Gunung Agung. Pakelem ini dimaksudkan untuk mendoakan ke-ajeg-an Bali dan memohon agar gunung terbesar di Bali itu tidak meletus.

Penglingsir Pura Pasar Agung Jro Mangku Gede Umbara mengungkapkan, krama Bali yang hendak ngaturang pakelem ke puncak Gunung Agung berangkat dari Pura Pasar Agung sekitar pukul 02.00 Wita. Rombongan yang naik ke puncak mencapai 253 orang dari berbagai desa di Karangasem.

Bahkan ada sejumlah krama dari luar Karangasem seperti Denpasar juga ada yang ikut ngayah ngaturang pakelem ke puncak. Kata Jro Umbara, selain ngaturang pakelem di puncak Gunung Agung, krama Bali juga ngaturang pakelem ke segara bertempat di Watu Klotok. Menurutnya, pakelam ini dilaksanakan di dua tempat mengingat gunung dan segara/laut menjadi satu.

Baca juga:  Seribuan Pengungsi di Buleleng akan Pulang

“Untuk pakelem di Giri Tohlangkir di puncak Gunung Agung yang diaturkan berupa wewalungan seperti kerbau putih dengan berhias bunga emas, kebo hitam dengan hiasan bunga Bali yang terdiri dari tujuh macam bunga berwarna sembilan, satu ekor kidang, petu, itik, angsa dan ayam,” ungkap Jro Gede Umbara.

Jro Umbara menjelaskan, tujuan dari pelaksanaan pakelem di Gunung Agung dan segara di Watu Klotok, Klungkung itu adalah untuk memohon kerahayuan jagat Bali serta meminta agar Gunung Agung tidak jadi meletus. Kalaupun meletus, agar letusannya jauh lebih kecil dari erupsi saat 1963. “Jadi mudah-mudahan dengan doa yang dipanjatkan serta dengan bhakti yang dilakukan selama ini oleh umat se-Bali dapat dikabulkan oleh beliau,” harap Jro Umbara.

Baca juga:  Era Industri 4.0, Koperasi Diminta Ikuti dan Aplikasikan Teknologi

Sementara itu salah seorang krama yang ikut ngaturang pakelem ke Puncak Gunung Agung I Wayan Bawa mengungkapkan, kalau dirinya ikut ngaturang pekelem ini bukan atas perintah siapa-siapa, melainkan keinginan dari diri sendiri untuk ngaturang ngayah. Kata dia, sebelum naik ke puncak dirinya beserta krama lainnya dan sejumlah jro mangku lebih dulu tangkil ke Pura Ngrata Jagat di Desa Pakraman Selat untuk melakukan persembahyangan bersama tepat jam 24.00 Wita.

Baca juga:  Hasil Swab Puluhan Warga Serokadan Belum Keluar

Setelah selesai sembahyang baru rombongan berangkat untuk ngatutang pakelem ke puncak. “Selama di perjalanan menuju puncak saya dan krama lainnya tidak ada hambatan dan rintangan apapun dan semuanya berjalan lancar dan selamat sampai ke bawah lagi. Saya senang bisa ikut ngayah ngaturang pakelem. Karena di umur saya 45 tahun baru sekarang ini bisa naik ke puncak Gunung Agung sekalian ngayah ngaturang pakelem. Ini menjadi catatan sejarah dalam hidup saya bisa ke puncak Gunung Agung,” ucap Bawa. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *