pengungsi
Bupati Mas Sumatri. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Jumlah pengungsi Gunung Agung terus menurun. Terlebih, pascahari raya Galungan, puluhan ribu pengungsi sudah pulang ke rumahnya. Jumlah pengungsi terakhir yang dikeluarkan Bidang Humas Satgas Tanggap Darurat, Jumat (3/11), pukul 18.00 wita, tinggal 129.109 orang pengungsi di 380 titik pengungsian di seluruh Bali.

Sebelum Galungan, jumlah pengungsi masih tercatat hampir 140.000, tepatnya 139.995 orang. Kemudian jumlah ini perlahan turun menjadi sebanyak 134.310 orang. Jumlahnya terus menurun, menjelang Galungan 1 Nopember lalu. Apalagi dibarengi dengan penurunan status Gunung Agung menjadi siaga, dimana warga di KRB II dan I sudah diperbolehkan pulang. Jumlah pengungsi ini diperkirakan Satgas Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Agung akan terus berkurang. Sebab, jumlah warga di KRB III yang masih diharuskan mengungsi, sesuai data para perbekel seharusnya hanya sekitar 50 ribu orang saja.

Baca juga:  Limbah Pabrik Triplek Terbakar

Jika mengacu pada data terbaru, bahwa jumlah desa di zona siaga akhirnya membengkak menjadi 15 desa, jumlah pengungsi di zona siaga diperkirakan tidak lebih dari 60 ribu orang. Sebab, wilayah sembilan desa lainnya yang masuk zona siaga rata-rata kurang dari 10 persen. Data ini sedang diperbaharui ke setiap desa di zona siaga, agar memperoleh data detail wilayahnya hingga ke setiap wilayah banjar dinas. Sehingga, mana warga yang mengungsi dan mana yang tidak, menjadi sangat jelas.

Artinya, bila mengacu pada jumlah wajar warga yang harus mengungsi dari zona siaga dengan jumlah pengungsi yang masih tersisa sekarang, jumlah pengungsi saat ini rupanya masih tergolong tinggi.

Baca juga:  Separuh Pengungsi Gunung Agung Pulang

Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri, belum lama ini, menilai hal ini terjadi karena beberapa faktor. Masih ada keragu-raguan dari pengungsi di KRB II dan I untuk pulang ke rumah, karena aktivitas Gunung Agung masih pluktuaktif, meski  statusnya sudah turun menjadi siaga.

Selain itu, juga faktor orangtua dan anak-anak. Sebab, anak-anak para pengungsi sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru. Kalau balik ke wilayah rawan bencana lagi, berarti anak-anak mereka kembali belajar dari awal. Lagi pula kalau nanti tiba-tiba naik lagi menjadi awas, maka mereka diharuskan lagi mengungsi. Ini yang membuat warga masih ragu-ragu kembali pulang. “Rata-rata warga yang saya temui di lokasi pengungsian, warga ingin memastikan bahwa Gunung Agung benar-benar sudah normal, baru aman untuk pulang,” katanya.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Aktif di Bali Lampaui 7.000 Orang, Ini 3 Penyumbang Tambahan Terbanyak

Bupati mengakui, kendala yang dialami saat ini adalah bagaimana meyakinkan agar masyarakat di KRB I dan II mau segera pulang. Sedangkan, KRB III tetap bertahan di pengungsian. Sebab, selain situasi warga di KRB II dan I yang enggan pulang, situasi terbalik juga ditemui di lokasi pengungsian warga di KRB III.

“Ada yang menangis sambil mengatakan kepada saya, lebih baik saya mati di rumah, dari pada hidup tak jelas di pengungsian. Sikap seperti ini banyak diungkapkan lansia. Sehingga, setelah dipaksa turun, khususnya yang lansia ini mereka akhirnya tidak mau makan di lokasi pengungsian, menderita sakit, akhirnya meninggal. Ini yang saya dengar langsung sewaktu saya turun,” kata Bupati Mas Sumatri. (bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *