Desa Adat Batu Dingding, di Kecamatan Sukasada melakukan penanaman pohon di kawasan hutan. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Batu Dingding di Kecamatan Sukasada memiliki keunikan tersendiri. Selain termasuk desa adat dengan wewidangan kecil, di Desa Adat Batu Dingding sejak terbentuk tidak melakukan pembagian wewidangan dengan sistem banjar adat.

Sebaliknya, di desa adat ini memakai sistem tempekan. Kendati desa adat kecil, namun Desa Adat Batu Dingding saat ini fokus melakukan penataan dan pengembangan potensi pariwisata alam.

Kelian Desa Adat Batu Dingding, Wayan Sudarmawan, Senin (17/5), mengatakan, desa adat yang dipimpinnya itu sekarang memiliki krama desa sebanyak 150 Kepala Keluarga (KK). Krama desa ini menyebar pada empat tempekan yaitu, Batu Dingding, Batu Dingding, Lebah Bantes, Lobong, dan Tempekan Panti.

Baca juga:  Sungai Berbusa, DLHK Denpasar "Semprit" 17 Usaha

Meskipun termasuk desa adat kecil, namun desa adat ini memiliki parahyangan mulai dari Kayangan Tiga meliputi, Pura Desa, Pura Dalem, dan Pura Batur/ Puseh. Selain itu, terdapat beberapa pura yang masuk deretan Khayangan Desa yaitu, Pura Pesiraman Beten Tiing, Prajapati, Pura Pucak Sari. “Ini tergolong desa adat kecil di Buleleng, dan sejak terbentuk istilah banjar adat tidak ada, namun diganti dengan tempekan, dan ini kami warisi sampai sekarang,” katanya.

Sudarmawan menambahkan, selain memiliki potensi pada sektor pertanian dan perkebunan, belakangan ini sedang menata dan mengembangkan potensi pariwisata alam. Ini tidak lepas karena, di Tempekan Panti terdapat Air Terjun yang bernama “Tirta Buana”.

Baca juga:  Shangrao, Kota Terkaya di Jiangxi yang Punya 6 Pabrik Mobil

Sejak ditata dan dikembangkan, kawasan ini telah menarik kunjungan wisatawan. Hanya saja, baru sebatas wisatawan domestik (wisdom) yang berkunjung di objek ini. Untuk meningkatkan pengelolaannya, prajuru Desa Adat Batu Dingding telah mengambil peran melalui kebijakan. Salah satunya dengan melibatkan krama desa saat melakukan penataan dan pemeliharaan kawasan air terjun.

Selain itu, sedang direncanakan pengelolaan air terjun dituangkan lewat perarem awig-awig. “Potensi wisata ini kami rintis bersama dan astungkara mulai membuahkan hasil dan wisatawan domestik sudah banyak berkunjung dan ke depan potensi ini akan digarap lebih optimal lagi,” katanya.

Terkait kebijakan NSKLB yang digulirkan Gubernur Bali Wayan Koster, Kelian Desa Adat Batu Dingding, Sudarmawan menilai kebijakan ini kebanggaan, karena di masa pemerintahan gubernur saat ini desa adat di Bali mendapat perhatian dan diberdayakan sesuai visi misi NSKLB.

Baca juga:  Desa Adat Kayubihi Imbau Warga Manfaatkan Bahan Lokal

Apalagi, desa adat yang minim pendapatan asli desa adat, sehingga dengan kucuran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebagai “modal” dalam membangun di desa adat. “Kami sangat terbantu dan krama desa bebannya diringankan, karena berkat bantuan Pak Gubernur pembangunan pada Baga Parhyangan, Pawongan, dan Baga Palemahan bisa berjalan. Semoga kebijakan ini berlanjut, karena seperti desa adat kami kucuran BKK untuk membangun ini sangat diperlukan apalagi kami tidak memiliki banyak sumber pendapatan alis di desa adat,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN