DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah I Wayan Seraman mantan Kasi Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung untuk pertama kalinya mempraperadilankan jaksa, pada Selasa (7/11) giliran AA Gede Agung Dalem, ST.,MT., melakukan hal yang sama. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Tukad Mati.
Melalui kuasa hukumnya Simon Nahak, Wayan Gede Mardika dkk., di depan hakim praperadilan Angeliky Handajani Day, dan pihak jaksa Dewa Lanang dkk., menyampaikan sebagai termohon adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar.
Alasan atau pertimbangan praperadilan yang diajukan AA Dalem tidak jauh berbeda dengan Seraman. Bedanya Seraman juga mempersoalkan penahanan sedangkan Gung Dalem tidak ada menyangkut hal itu karena pria yang menjabat sebagai Kabid PUPR Badung itu tidak dilakukan penahana oleh kejaksaan.
Substansi yang sama adalah penetapan status tersangka yang diberikan pada Gung Dalem. Sebagaimana uraian praperadilan setebal 13 halaman, bahwa pihak pemohon menyampaikan beberapa hal yang mendasari praperadilan karena menilai status tersangka Gung Dalem tidak sah.
Di antaranya tidak adanya SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang kata pemohon semestinya juga disampaikan pada tersangka, terlapor atau pun korban, paling lambat 7 hari, sehingga waktu itu dipandang cukup untuk mencari penasehat hukum. Namun itu tidak dilakukan pihak kejaksaan dalam penetapan tersangka pada Gung Dalem.
Dalam sebuah perkara, pihak penyidik seharusnya menemukan minimal dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Namun, kata Simon Nahak, pihak kejaksaan tidak memenuhi hal itu. Jaksa hanya mempunyai satu alat bukti, yakni keterangan saksi. “Sedangkan ahli dari Semarang tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti yang sah karena belum adanya kerugian negara,” tandas Simon Nahak.
Dijelaskan, dalam tindak pidana korupsi harus jelas peristiwa hukum yang dilengkapi dengan kerugian keuangan negara, dan harus jelas pula sistem pertanggungjawaban hukumnya.
“Jelas di sini, termonon (kajari) belum memiliki syarat kerugian negara. Termohon hanya memiliki bukti saksi dan ahli dari Universitas Negeri Semarang yang merupakan ahli forensik. Namun bukan lembaga yang berwenang dalam hal ini BPK maupun BPKP,” ucap Simon Nahak.
Jadi, sambung dia, termohon dalam menentukan tersangka dalam pidana korupsi belum melampirkan bukti kerugian keuangan negara oleh lembaga berwenang seperti BPK dan atau BPKP. Sehingga, menurut dia, penetapan tersangka sangat kabur dan sangat dipaksakan hanya untuk memberikan kado ulang tahun kejaksaan.
Dalam surat praperadilan ini, tim kuasa hukum tersangka Gung Dalem juga menguraikan soal Kadis PUPR Badung selaku PA yang menggunakan kajian Fakultas Teknik Unud. Hasil temuannya ada kekurangan pekerjaan pasangan batu kali dengan besaran volume 89.94 m3, dengan nilai nominal Rp 59.248.329,66. Dan atas permintaan Kadis PUPR selaku PA, kekurangan uang tersebut telah dikembalikan lengkap dengan tanda setor. (miasa/balipost)