GIANYAR, BALIPOST.com – Sungai atau tukad menjadi pusat peradaban para leluhur Bali sejak dulu. Tidak hanya di Bali, kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di dunia membangun pusat kebudayaan di sepanjang sungai. Demikian dikemukakan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana dalam sambutannya di Seminar Purwa Carita Campuhan dengan tema “Pelestarian dan Pengembangan Cagar Budaya di Tukad Oos” di Museum Seni Neka Ubud, Kamis (16/6).
Karena itu, menjaga dan merawat sungai dinilainya sebagai bagian dari menjaga kehidupan manusia yang sekaligus membangun pusat peradaban masyarakat. “Daerah aliran sungai, menjadi daerah pusat pemerintahan, pusat spiritual dan juga permukiman dari hulu ke hilir. Wilayah-wilayah yang dilalui oleh sungai-sungai ini umumnya subur sehingga orang -orang cenderung bermukim di sepanjang daerah aliran sungai,” jelasnya dalam rilis yang diterima.
Ia mencontohkan, lembah Sungai Sindhu juga telah lebih dulu maju di bidang kebudayaan sebelum datangnya bangsa Arya, kira-kira 1.500 tahun Sebelum Masehi. Untuk di Bali, jejak peradaban manusia Bali di sepanjang lembah sungai Petanu-Pakerisan di sepanjang sungai Oos menjadi buktinya. “Beberapa prasasti berikutnya menyebutkan Singhamandawa (sebuah nama kerajaan) dan Singhadavala (nama ibu kota kerajaan, diperkirakan di Manukaya Tampaksiring),” tutur Ari.
Ari yang juga merupakan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud menceritakan, dalam sistem kepercayaan dan laku masyarakat Bali, sungai memiliki arti yang sangat penting. Selain sebagai sumber air minum dan sumber pembersihan diri (mandi), sungai juga menjadi pusat ritual.
Terdapat ritus tujuh sungai suci yang hingga kini dikaitkan dengan tujuh aliran sungai dalam tubuh. Dengan demikian, peran sungai bagi masyarakat Bali akan terus kuat dari masa ke masa.
“Yang perlu diangkat adalah story values dari jejak sejarah peradaban Bali. Ini yang justru bernilai tinggi. Bukan semata-mata artefaknya (monumen mati) diajarkan di sekolah-sekolah di sepanjang sungai. Tetapi juga bagaimana kita mengembangkan dan memanfaatkan heritage itu untuk ekonomi melalui pengembangan wisata edukasi dan wisata konservasi,” ujar Ari.
Hadir sebagai keynote speaker, Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto. Narasumber yang turut membahas antara lain Ida Bagus Putu Prajna Yogi (Tim Periset BRIN RI), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (Dosen Arkeologi UNUD), Tjokorda Raka Kerthyasa (Bendesa Desa Adat Ubud), dan Dr. I Nyoman Sukma Arida, M.Si. (Dosen Fakultas Pariwisata Unud).
Acara tersebut juga dihadiri secara daring oleh Mendikbudristek RI Nadiem Makarim. Dalam sambutannya, Nadiem mengapresiasi langkah Yayasan Puri Kauhan Ubud untuk melestarikan dan memajukan peradaban air melalui pendekatan budaya melalui Sastra Saraswati Sewana. “Kita harus segera melakukan aksi dan tindakan nyata untuk menyelamatkan air. Jika selama ini air cuma menjadi sumber kehidupan bagi manusia, sekarang kita harus tanggung jawab untuk menyembuhkan air dan menyembuhkan bumi,” ujar Nadiem.
Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto juga mengingatkan pentingnya menjaga sungai, bukan hanya bagi masyarakat Bali, tetapi juga masyarakat dunia. Sebagian besar oksigen dihasilkan oleh terumbu karang dan Indonesia adalah tempat tumbuh 40% terumbu karang dunia. “Bali menyumbang 1,4 persen terumbu karang dunia. Sekarang terumbu karang tidak terjaga dan masalah terbesar untuk coral reef adalah dari darat. Dari cara kita hidup di darat, dari cara kita mengelola sungai, apa yang kita alirkan ke sungai, polutan-polutan yang masuk ke sungai dan mengalir ke laut,” jelas Andi.