Marjono. (BP/Istimewa)

Oleh Marjono

Karakteristik Indonesia sebagai negara-bangsa adalah begitu besar, sangat luas dan penih kemajemukan. Indonesia itu indah, memiliki 1.128 suku bangsa dan bahasa, ragam agama dan budaya di sekitar 16.056 pulau.

Untuk itu, perlu konsepsi kemauan dan kemampuan yang kuat untuk menopang kebesaran, keluasan dan kemajemukan ke-Indonesiaan. Negeri ini punya 34 Provinsi, berpenduduk tak kurang 270 juta jiwa.

Jumlah penduduk yang besar tersebut juga berkorelasi dengan keanekaragaman budaya, suku, agama, adat, dan istiadat yang saling hidup berdampingan sejak puluhan tahun silam. Keberagaman tersebut tumbuh berdampingan dan rukun seia sekata memberi daya hidup provinsi poros pulau jawa ini.

Itulah kemudian, Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu bangsa Indonesia pun menjelma dalam kehidupan masyarakat Jateng.
Meskipun beragam, di mana-mana dengan rerupa
suku, agama, bahasa, maupun budaya, dll, tetapi
satu juga, yakni Indonesia.

Sebagai bangsa yang majemuk, multikulturalisme merupakan konsekuensi logis dan tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sosial bangsa Indonesia. Kemajemukan sosial budaya yang dikristalisasikan dalam bentuk nilai filsafat hidup bangsa (filsafat Pancasila) merupakan jati diri nasional, jiwa bangsa, asas kerohanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional, serta diikat dalam satu ikatan Bhinneka Tunggal Ika dan rasa cinta tanah air bangsa dan negara.

Baca juga:  Banyak Tak Paham Pancasila

Seikat lidi jauh lebih kokoh ketimbang hanya sebatang lidi. Maka kemudian, Pancasila merupakan karya
bersama yang dihasilkan melalui konsensus bersama.

Pancasila itu merupakan titik-temu (common
denominator) yang menyatukan ke-Indonesia-an. Dengan demikian, jelas bahwa penetapan rumusan Pancasila merupakan hasil final, yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga Indonesia dalam mengembangkan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Indonesia mempunyai populasi pemuda berjumlah 64,19 juta jiwa. Angka tersebut tidaklah sedikit, mengingat cepatnya perputaran roda pembangunan dan pesatnya lompatan kemajuan zaman, tantangan untuk merawat kebhinekaan dan menjaga kedaulatan menjadi mutlak penting.

Pemuda mewakili populasi paling signifikan, merekalah penerus estafet kepemimpinan, pewaris peradaban, dan penentu masa depan.

Maka, penghormatan dan penghargaan kaum muda atas multikulturalisme hari ini tidak ada lagi bullying, hoaks, adu domba. Absen dan nihilnya ujaran kebencian, kampanye SARA, dan sebagainya.

Baca juga:  Nasionalisme Harus Jadi Spirit Kebinekaan

Kemudian menjalar menjadi sosok-sosok pendamai, ramah dan toleran. Penuh rukun dan persaudaraan.

Bagi bangsa Indonesia yang sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka meneguhkan NKRI
berdasarkan Pancasila adalah menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu dan kontekstualisasi serta mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam perilaku dan tindakan kehidupan berbangsa.

Kembali ke Pangkal

Kita punya nilai-nilai gotong royong, tepo seliro, unggah-ungguh, andhap asor, majulah tanpa
menyingkirkan, naiklah tinggi tanpa menjatuhkan, jadilah baik tanpa menjelekkan, jadilah benar tanpa menyalahkan dan nilai luhur dan lain sebagainya.

Berbagai budaya tersebut menyatu dalam negara yang bernama Indonesia, jadi kita ini sebenarnya sangat kaya, tidak hanya sarat akan sumber daya alam dan manusia saja, tetapi juga mempunyai kekayaan budaya yang menjadi jatidiri bangsa.

Untuk mempertahankan kokohnya integritas bangsa di era globalisasi ini, perlu segera dilakukan langkah-langkah strategis dalam rangka menumbuhkan kembali semangat nasionalisme. Di antaranya, pertama, pendidikan yang memuat pengetahuan akan jatidiri, asal usul serta nilai- nilai yang kita miliki
sebagai identitas yang khas Indonesia adalah
negara kesatuan, yang merupakan perpaduan
dari suku dan ras yang ada di berbagai daerah.

Baca juga:  Menyikapi Penghapusan Tes Calistung

Kedua, penanaman nilai-nilai budaya sebagai sumber kearifan lokal yang akan membentuk identitas budaya (cultural identity) bangsa Indonesia. Dan ketiga, melakukan revitalisasi dan pemberdayaan kearifan lokal /nilai-nilai budaya sebagai upaya penguatan identitas ke Indonesiaan. Hari ini negara dihadapkan aneka persoalan mulai dari pembangunan ekonomi
pasca COVID-19, ekstremisme, intoleransi, pembangunan SDM, globalisasi dan revolusi industri
4.0.

Jika kita sesat di ujung jalan, kita harus kembali ke pangkal jalan”. Artinya, jika kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat kita mengalami persoalan, maka kita harus kembali ke cita-cita awal, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Mari bermunajat dan bertekad kaum muda sebagai penjaga dan benteng Pancasila.

Penulis, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng

BAGIKAN