TABANAN, BALIPOST.com – Barong bangkung biasanya dipentaskan dengan cara ngelawang atau menari dari pintu ke pintu berkeliling desa pada saat perayaan hari raya Galungan dan Kuningan. Namun kali ini, Desa Adat Kota Tabanan memiliki terobosan inovatif mempertemukan puluhan barong bangkung untuk selanjutnya Mapetuk Agung di panggung terbuka Garuda Wisnu Serasi (GWS) Tabanan.
Bahkan, ke depan event ini akan dirancang menjadi agenda rutin setiap hari raya Kuningan. Ide kreatif Mapetuk Agung ini muncul dari Paiketan Sekaa Teruna Desa Adat Kota Tabanan yang ingin membuat event membangunkan kembali seni budaya yang selama dua tahun “tertidur” lantaran pandemi Covid-19. Bendesa Adat Kota Tabanan, I Gusti Gede Ngurah Siwa Genta menjelaskan, saat hari raya Kuningan, ada sekitar 23 barong bangkung yang tampil dalam event Mapetuk Agung yang baru pertama kali dilaksanakan oleh Paiketan Sekaa Teruna Desa Adat Kota Tabanan.
Bahkan, tiga di antaranya partisipan dari desa di luar Desa Adat Kota Tabanan, yakni dari Desa Gubug, Desa Bongan dan Desa Wanasari. “Karena namanya Mapetuk Agung, tentu minimal dua sekaa kita tampilkan. Tetapi karena keterbatasan waktu dan banyaknya partisipan, ada sekitar 23 sekaa barong bangkung, jadi tiap tampil ada 5 sekaa dan masing-masing diberikan waktu 5 menit untuk menampilkan gaya khas mereka. Antusias penonton ternyata sangat luar biasa,” terangnya, Minggu (26/6).
Kata Siwa Genta, event ini dibuat untuk meningkatkan rasa persaudaraan antaryowana, termasuk memberikan ruang bagi mereka yang memiliki talenta seni-budaya untuk tampil, apalagi Tabanan memiliki gedung kesenian I Ketut Maria dan GWS. Rencananya, pihaknya akan memohon dukungan Pemerintah Kabupaten Tabanan untuk bisa dilaksanakan minimal sekali dalam satu bulan, guna menghidupkan Kota Tabanan dalam kegiatan seni, adat dan budaya. “Tidak hanya seni tradisional tetapi juga yang memiliki talenta musik juga akan diakomodir dengan adanya paiketan sekaa teruna ini,” jelasnya.
Mapetuk Agung juga bertujuan mencegah kemungkinan adanya gesekan kegiatan ngelawang yang bisa saja terjadi. “Banyak barong bangkung yang sliwar-sliwer entah siapa itu, tidak saling kenal, bisa terjadi gesekan karena mudah sekali kalau sudah dikompori oleh pihak ketiga terjadi benturan,” jelasnya.
Dengan event yang digelar ini paling tidak bisa mengajak semua sekaa yang ada di Desa Adat Kota Tabanan sehingga generasi muda saling mengenal. Termasuk memberikan panggung, agar masyarakat bisa melihat lebih banyak lagi kesenian barong bangkung yang ada. “Kegiatan ini rencananya akan dikemas untuk bisa menjadi agenda rutin tiap enam bulan atau saat hari raya kuningan. Apakah nantinya juga akan dilombakan sehingga tumbuh kreasi para yowana untuk seni barong ini, jadi akan kita evaluasi dan mantapkan kembali. Bila perlu digelar parade barong bangkung dari wantilan Setra Desa Adat Kota Tabanan menuju GWS, biar banyak masyarakat yang menyaksikan,” pungkasnya.
Kegiatan ini juga tidak hanya untuk Desa Adat Kota Tabanan saja melainkan sekaa-sekaa dari luar juga akan diakomodasi. Harapannya, untuk memeriahkan dan menggunakan gedung Kesenian I Ketut Maria dan GWS, agar tidak menjadi tempat atau lokasi bagi kegiatan yang tidak jelas. (Puspawati/balipost)