manggis
I Wayan Sunatra. (BP/may)
DENPASAR, BALIPOST.com – Bali memiliki produksi pisang cukup tinggi tahun 2016 yaitu 1.832.096 ton. Sedangkan hasil produksi buah terbesar kedua adalah jeruk siam/keprok dengan total 837.388 ton. Produk buah terbesar ketiga adalah Mangga sebanyak 423.913 ton.

Sentra pisang satu-satunya di Bali adalah Kabupaten Bangli. Sedangkan jeruk siam atau keprok sentranya juga di Kabupaten Bangli. Sedangkan sentra mangga ada di Kabupaten Buleleng.

Meski produksi pisang terbesar di Bali, namun buah yang di ekspor oleh Bali hanya manggis dengan produksi 63.444 ton. Selain manggis juga ada salak dengan produksi 222.209 ton, jeruk keprok dan mangga yang di ekspor antar daerah di Indonesia.

Baca juga:  Promosi Produk IKM, Disperindag Bangli akan Tempuh Cara Ini

“Tapi mangga brandnya Probolinggo, seolah-olah ditanam di Probolinggo. Padahal asalnya dari Bali,” ungkap I Wayan Sunatra, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Bali, Jumat (10/11).

Lebih dari lima tahun manggis telah di ekspor ke Cina. “Manggis jadi ratu buah di wilayah subtropis dianggap buah yang eksotik,” ungkapnya.

Namun guna mengembangkan pasar, saat ini dikatakan Bali sedang penjajakan ke Belgia dan Rusia. “Sekarang sedang dalam proses verifikasi produk. Dicek dulu kesiapan berupa kemampuan volume yang bisa dipenuhi karena kan ada minimal volume berupa sekian kontainer,” bebernya.

Baca juga:  Malaysia Berlakukan Larangan Ekspor Ayam

Negara-negara sub tropis hanya meminta buah tropis seperti manggis, rambutan, durian maggis, dan jeruk. Sedangkan Bali justru mengimpor buah-buahan sub tropis seperti apel dan anggur. “Kita juga mengekspor rambutan ke Timor Leste,” imbuhnya.

Salah satu upaya yang dilakukan pihaknya untuk mengembangkan buah lokal adalah mengembangkan jambu kristal untuk mengganti pir. Juga pengembangan pisang secara besar-besaran di Bali barat, dan peningkatan perluasan tanam. “Tiap tahun kita ada pengembangan jeruk, manggis, salak. Mengganti tanaman yang lama. Seperti kalau dulu salak biasa, sekarang diganti salak gula pasir,” bebernya.

Baca juga:  Tutup Tahun 2019, AHM Genjot Kontribusi Ekspor Motor

Tak hanya itu, pengembangan teknik budidaya yang ramah lingkungan juga dilakukan. Seperti menanam secara organik. Hal itulah yang akan menjadi nilai tambah produk buah asal Bali. Produk buah asal Bali juga tak banyak mendapat perlakuan khusus. Bahkan disimpan dalam pendingin pun hanya dilakukan pada beberapa buah yang memiliki nilai tinggi. Sedangkan buah dengan nilai rendah jika disimpan dalam cold storage, karena dinilai akan merugikan. Untuk mengantisipasi buah agar tidak cepat busuk, maka yang dilakukan adalah memanen lebih awal.(citta maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *